PROPOSAL
IMPLEMENTASI
MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SERTA
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SMPN I SEI.LASI KAB. SOLOK
Diajukan
Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi
Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika
Oleh:
NIM.
2410.004
Dosen Pembimbing
M. Imamuddin, M.Pd
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL
DJAMBEK BUKITTINGGI
2013M / 1434 H
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5e Dalam Pembelajaran Matematika
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Serta Pemahaman Konsep Matematis
Siswa Di Kelas VII SMPN I Sei.Lasi Kab. Solok”.
Proposal ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan
dan Pembelajaran Matematika.
Dalam pelaksanaan penyusunan
proposal ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Ibunda tercinta
yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
2. Bapak M. Imamuddin,
M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah Metodologi
Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
3. Rekan-rekan
yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan
dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan
yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi Ibunda, Bapak, dan rekan-rekan,
sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan proposal atau
tulisan penulis berikutnya. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat
dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya
pendidikan matematika.
Bukittinggi,
Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar......................................................................................................................
i
Daftar
Isi................................................................................................................................
ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B. Identifikasi
Masalah................................................................................................. 6
C. Pembatasan
Masalah................................................................................................. 7
D. Perumusan
Masalah.................................................................................................. 7
E. Tujuan
Penelitian...................................................................................................... 8
F. Defenisi
Operasional................................................................................................. 9
G. Kegunaan
Penelitian................................................................................................. 10
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Belajar
dan Pembelajaran Matematika...................................................................... 12
B. Pembelajaran
Matematika Menurut Pandangan Kontruktivisme............................. 14
C. Pembelajaran
Matematika dengan Learning Cycle 5e.............................................. 16
D. Berpikir
Kritis dalam Matematika............................................................................ 20
E. Pemahaman
Konsep Matematis ............................................................................... 21
F. Pembelajaran
Konvensional...................................................................................... 23
G. Aktivitas
Siswa......................................................................................................... 27
H. Respon
Siswa............................................................................................................ 28
I. Hasil
Belajar Siswa................................................................................................... 28
J. Kerangka
Konseptual............................................................................................... 29
K. Hipotesis
Penelitian.................................................................................................. 30
BAB III : METODOLOGI
PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian.......................................................................................................... 31
B. Rancangan
Penelitian................................................................................................ 31
C. Populasi
dan Sampel................................................................................................. 32
D. Variabel
dan Data..................................................................................................... 35
E. Prosedur
Penelitian................................................................................................... 36
F. Instrumen
Penelitian................................................................................................. 39
G. Teknik
Analisa Data................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama yang damai,
agama yang cinta akan ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan
tersebut belajar dan menuntut ilmu adalah akar dan sumbernya. Di dalam Alquran
banyak terdapat dalil yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan diantaranya yaitu
Q.S Albaqarah (2) ayat 44:
Selain itu belajar dan menuntut ilmu
merupakan kewajiban bagi setiap muslim karena apapun yang ingin kita raih di
dunia ini harus dengan ilmu apalagi untuk meraih akhirat. Sebagaimana sabda
rasulullah:
“ siapa yang ingin
mendapatkan kebahagiaan di dunia maka dengan ilmu, siapa yang ingin mendapatkan
kebahagiaan di akhirat juga dengan ilmu, dan siapa yang ingin mendapatkan
keduanya maka dengan ilmu”.
Kandungan ayat dan hadist tersebut adalah
betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam hidup ini, apalagi dunia semakin hari
semakin cantik yang dihiasi dengan perkembangan tekhnologi yang semakin canggih
serta untuk menghadapi tantangan global beberapa tahun yang akan datang. Ilmu
pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar yang dilalui
seseorang tidak terbatas hanya untuk usia dan kalangan tertentu saja, melainkan
siapapun boleh belajar kapanpun dan dimanapun berada. Ayat dan hadist tersebut
pada intinya mendorong umat islam untuk berfikir, karena dengan berfikir
manusia akan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Apalagi untuk menyikapi setiap persoalan hidup setiap
manusia harus berfikir. Matematika sebagai ilmu dasar, ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin ilmu, mengembangkan daya pikir manusia serta sebagai ilmu
yang membentuk pola pikir peserta didik dan melatih kemampuan penalaran dalam
memecahkan berbagai masalah kehidupan. Mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik dari sekolah dasar untuk membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerja sama.[2]
Menyadari betapa pentingnya matematika,
setidaknya dapat kita lihat dalam kurikulum matematika di sekolah yang mendapat
porsi jam lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Selain itu,
sesuai dengan Garis-garis besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, tujuan
khusus pengajaran matematika di tingkat SLTP adalah agar:
1.
Siswa memiliki kemampuan yang dapat
dialihgunakan melalui kegiatan matematika
2.
Siswa memiliki pengetahuan matematika
sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah
3.
Siswa memiliki keterampilan matematika
sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari
4.
Siswa memiliki pandangan yang cukup luas
dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai
kegunaan matematika.[3]
Dua hal penting yang merupakan bagian
dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat yaitu pola berpikir
kritis serta pemahaman konsep terhadap matematika itu sendiri. Adanya pelajaran
matematika di sekolah dimaksudkan sebagai sarana untuk melatih para siswa agar
dapat memiliki kemampuan berpikir kritis kemudian setelah siswa mampu berpikir kritis maka konsep matematika akan
mudah mereka pahami. Sebenarnya cukup lama matematika sekolah umumnya cenderung
mengutamakan matematika sebagai alat yang siap pakai dan mengabaikan matematika
sebagai kegiatan manusia, sehingga sangat memungkinkan siswa untuk menghafal
rumus, jadi tidak salah jika siswa beranggapan bahwa matematika itu penuh
dengan rumus, rumit, menakutkan bahkan mengerikan. Hal itu terjadi karena siswa
tidak memahami konsep matematika itu sendiri, untuk memahami konsep tersebut
perlu pemikiran yang kritis. Oleh karena itu, siswa sebaiknya diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dalam memahami konsep
dalam matematika melalui pemikiran yang kritis serta pengetahuan sebelumnya
yang telah mereka pelajari sehingga proses pemahaman siswa selalu berkembang
secara terus menerus.
Agar kemampuan berpikir kritis siswa
berkembang dengan optimal dan mendapat respon yang baik dari siswa, maka
diperlukan strategi atau model pembelajaran matematika yang tepat. Hal demikian
sejalan dengan teori belajar kontruktivisme Piaget, kegiatan belajar adalah
kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui
pengetahuan sebelumnya.[4] Hal ini mengandung suatu
makna bahwa belajar matematika itu memerlukan pemikiran yang kritis untuk
memahami konsep-konsep secara runtut dan berkesinambungan, karena konsep
matematika yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, mengakibatkan
penyelesaian matematika mengharuskan siswa agar berpikir untuk memahami konsep
sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis
dan pemahaman konsep bagi siswa sangat berperan penting dalam pembelajaran
matematika.
Berdasarkan wawancara dengan guru bidang
studi, SMPN I Sungai Lasi, pembelajaran matematika sudah dilaksanakan sesuai
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Namun, beliau masih menemukan
kendala dalam proses pembelajaran, dimana siswa kurang termotivasi untuk
belajar matematika. Siswa lebih suka bermain dan asyik dengan kegiatan mereka
sendiri saat proses pembelajaran berlangsung serta mereka beranggapan belajar
itu adalah beban. Selain itu, siswa juga kurang memahami materi pelajaran dan
juga soal-soal yang diberikan apalagi soal-soal yang diberikan sudah berbeda
dengan contoh soal. [5] hal tersebut mengakibatkan
rendahnya hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika, rata-rata dari hasil
ujian MID mereka di bawah KKM yaitu 68, hal ini dilihat dari hasil belajar
ujian MID Semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Seperti disajikan pada
tabel:
Tabel
1: Nilai Mid Semester I Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMPN I
Sungai Lasi Kab.Solok
KKM
|
Kelas
|
Jumlah siswa
|
Tuntas
|
Tidak tuntas
|
Persentase
|
|
Tuntas (%)
|
Tidak tuntas (%)
|
|||||
70
|
VII.1
|
33
|
6
|
27
|
18,18
|
81,81
|
VII.2
|
34
|
2
|
32
|
5,8
|
94,11
|
Sumber: Guru mata pelajaran matematika kelas
VII
Menyikapi masalah yang timbul dalam
pembelajaran matematika di atas maka alangkah baiknya siswa mengkontruksikan
pemahamannya sendiri. Sesuai dengan teori belajar kontruktivisme yang
menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan aktif dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya dan mencari makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Dalam hal
ini guru berperan sebagai fasilitator, membantu keaktifan siswa dalam membentuk
pengetahuannya sehingga belajar merupakan proses aktif yang dilakukan siswa.
Salah satu pembelajaran yang dapat
dikembangkan guru agar siswa berpikir kritis untuk memahami konsep matematika
sehingga meningkatkan aktifitas belajar siwa serta mendongkrak prestasi
belajarnya adalah model pembelajaran learning
cycle 5e yang sejalan dengan teori belajar Piaget. Learning Cycle adalah suatu
model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Fase-fase dalam model Learning Cycle adalah:
1.
Enggement (menarik perhatian-mengikat)
2.
Exploration (eksplorasi)
3.
Explanation (menjelaskan)
4.
Elaboration (perluasan)
5.
Evaluation (evaluasi)[6]
Model pembelajaran ini sudah diorganisasi
sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Terdapat keterkaitan
antara learning cycle 5 e dengan
kemampuan berpikir kritis. Indikator kemampuan kritis yang digunakan dalam
proposal penulis ini adalah memberikan penjelasan sederhana (elemtary clrification), membangun keterampilan
dasar (basic support), menyimpulkan (inference), memberikan penjelasan lanjut
(advanced clariifcation), dan
mengatur strategi dan teknik (strategics
and tactis). Dalam implementasinya, model siklus belajar ini juga dibantu
dengan media LKS (Lembar Kerja Siswa).
Berdasarkan pemikiran tersebut penulis
tertarik untuk menerapkan suatu model pembelajaran Kooperatife dalam sebuah
penelitian yang berjudul “ Implementasi
Model Pembelajaran Learning Cycle 5e
dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
serta Pemahaman Konsep Matematis Siswa di SMPN I Sungai Lasi Kab. Solok “.
B.
Identifikasi
Masalah
Dari
uraian latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Siswa
kurang termotivasi dalam belajar
2. Aktiiftas
belajar siswa dalam proses pembelajaran sedikit dan kurang berkembang
3. Matematika
pelajaran yang sulit dan siswa kurang berpikir kritis sehingga siswa sulit untuk
memahami konsep matematika
4. Metode
yang diterapkan guru dalam pembelajaran belum memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif
5. Siswa
merasa bosan dan kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran
6. Kerjasama
siswa terutama antara siswa yang kurang paham dengan siswa yang pandai masih
kurang
7. Hasil
belajar siswa yang rendah
C.
Pembatasan
Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah dan mengingat keterbatasan penulis dari segi kemampuan,
waktu, dana serta proposal penulis ini lebih terarah, maka penulis membatasi penulisan
proposal ini pada:
1. Upaya
peningkatan berpikir kritis siswa serta pemahaman konsep siswa
2. Respon
dan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran
3. Hasil
belajar matematika siswa
D.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana meningkatkan
kemampuan berpikir siswa serta pemahaman konsep siswa kelas VII SMPN I Sungai
Lasi dalam pembelajaran matematika melalui
model pembelajaran learning cycle
5e?
2.
Bagaimana respon siswa
setelah penerapan model pembelajaran learning
cycle 5e dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas VII SMPN I Sungai
Lasi?
3.
Apakah peningkatan
kemampuan berpikir kritis serta pemahaman konsep siswa yang diberi pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran learning
cycle 5e lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi model
pembelajaran konvensional pada siswa SMPN I Sungai Lasi?
E.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah diatas, maka penelitian bertujuan untuk:
1.
Mengetahui cara
bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta pemahaman konsep siswa
kelas VII SMPN I Sungai Lasi dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran learning cycle 5 e.
2.
Mengetahui respon siswa
terhadap pembelajaran matematika setelah diterapkan model pembelajran learning cycle 5e.
3.
Mengetahui peningkatan
kemampuan berpikir kritis serta pemahaman konsep siswa antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran learning cycle 5e dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
F.
Definisi
Operasional
Agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami proposal ini, maka penulis akan
menjelaskan beberapa istilah di bawah ini:
1.
Model Pembelajaran Learning Cycle 5e
Model pembelajaran learning cycle 5e merupakan model
pembelajaran yang berbasis inquiry dan metode pengajarannya berpusat pada
siswa, yang terdiri dari lima fase yaitu enggement
(menarik perhatian-mengikat), exploration
(eksplorasi), explanation (menjelaskan),
elaboration (perluasan), dan evaluation (evaluasi).
2.
Kemampuan Berpikir
Kritis
Berpikir kritis adalah
suatu proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang
diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu.[7]
Adapun indikatornya
adalah memberikan penjelasan sederhana (elementary
clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (inference),
memberikan penjelasan lanjut (advanced
claification), dan mengatur strategi dan teknik (strategics and tactis).
3.
Pemahaman Konsep
Matematis
Pemahaman konsep
matematis merupakan salah satu hal penting dan mendasar yang harus dikuasai
siswa dalam pembelajaran matematika, maka siswa perlu diaktifkan untuk
mengembangkan keterampilan dan pemahaman matematika mereka[8]
4.
Model Pembelajaran
Konvensional
Model pembelajaran
konvensional adalah model pembelajaran yang didominasi oleh aktivitas guru
sehingga peran siswa masih kurang. Guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang
akan dipelajari, dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh soal, kemudian
siswa diberi latihan untuk diselesaikan.
5.
Aktifitas siswa adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan siswa selama
pembelajaran.
6.
Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajarannya.
7.
Hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
G.
Kegunaan
Penelitian
Temuan-temuan
yang diperoleh dari penelitian tentang model pembelajaran Learning Cycle dengan LKS ini akan memberikan kontribusi sebagai
berikut:
1. Pembelajaran
dengan strategi learning cycle dengan
LKS diharapkan merupakan suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa
dalam belajar matematika sehingga siswa dapat berpikir kritis untuk memahami
konsep matematika dengan baik
2. Sebagai
masukan bagi guru untuk menerapkan model learning
cycle dengan menggunakan LKS sebagai salah satu alternative untuk
meningkatkan berpikir kritis siswa sehingga siswa bisa memahami konsep
matematis
3. Sebagai
bahan pertimbangan bagi peneliti, sebagai calon pendidik untuk terjun ke dunia
pendidikan.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Belajar
dan Pembelajaran Matematika
Belajar adalah proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat terjadinya interaksi pelajar dengan lingkungannya. Beberapa
pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut:
a. Gagne
Belajar adalah perubahan disposisi atau
kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan tersebut bukan
diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.
b. Cronbach
Belajar adalah perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman.[9]
Berdasarkan kutipan dapat dikatakan
bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dicapai seseorang
dari hasil interaksi dengan lingkungan dalam bentuk pengalaman. Jadi, bagi
siswa belajar sebaik-baiknya adalah siswa mengalami, sebab dengan mengalami itu
individu dapat mengkontruksikan pengetahuannya.
Suherman
mendefenisikan pembelajaran sebagai berikut: “Pembelajaran adalah proses
komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam
rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa
yang bersangkutan”.[10]
Sedangkan Suprijono
mengungkapkan bahwa:
“Pembelajaran berarti proses, cara,
perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya
guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam
perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta
didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik.
Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog
interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif”.[11]
Dalam pembelajaran,
siswa dipandang sebagai pusat pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator
yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu guru harus dapat
mengusahakan sistem pembelajaran sedemikian rupa, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat
menguasai pembelajaran secara optimal dan mencapai hasil yang optimal pula.
Berdasarkan
etimologis (Ela Tinggih, 1972:5), perkataan matematika berarti “ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”[12].
Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu matematika diperoleh dengan bernalar
akan tetapi matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio (penalaran)
sedangkan ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen
disamping penalaran. Sementara itu, James dan James (1976) dalam Suherman
menyatakan bahwa: “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk
susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dengan
jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang aljabar, analisis dan geometri”.[13]
Pada pembelajaran
khususnya pembelajaran matematika, hendaknya siswa dapat terlibat aktif
didalamnya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Cobb dalam Suherman, “belajar
matematika bukanlah suatu proses (pengepakan) pengetahuan secara hati-hati,
melainkan hal mengorganisir aktifitas, dimana kegiatan ini diinterprestasikan
secara luas termasuk aktifitas dan berfikir konseptual”.[14]
Pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang sengaja dirancang dengan
tujuan untuk menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan
kegiatan belajar matematika dimana siswa diberikan peluang untuk berusaha dan
memahami dalam mencari pengalaman tentang matematika secara mendalam dan
terstruktur.
Jadi pembelajaran
matematika adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi
konsep-konsep/ prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses
pembelajaran. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Hal ini
bertujuan agar siswa dalam pembelajaran lebih bermakna.
B.
Pembelajaran
Matematika Menurut Pandangan Kontruktivisme
Menurut
Asikin, prinsip – prinsip dalam pembelajaran konstuktivisme adalah sebagai
berikut:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik
secara personal maupun sosial.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru
ke siswa, kecuali hanya dalam keaktifan siswa tersebut untuk menalar.
c. Siswa aktif
mengkonstruksi secara terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap
serta sesuai dengan konsep ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.[15]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konstrktivisme, siswalah yang lebih aktif
untuk mengkonstruksi pengetahuannya sedangkan guru mengarahkan, mengajukan
pertanyaan – pertanyaan yang menantang siswa untuk berfikir dan memfasilitasi
siswa dalam menkonstruksi pengetahuannya sehingga diperoleh konsep matematika.
Hal ini sesuai dengan pendapat Erman Suherman bahwa:
Di
dalam pembelajaran konstruktivisme peranan guru bukan pemberi jawaban akhir
atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan siswa untuk membentuk
(mengkonstruksi) pengetahuan matematika sehingga diperoleh struktur matematika.[16]
Tujuan pembelajaran dalam pandangan
konstruktivis adalah membangun pemahaman. Pemahaman memberi makna tentang apa
yang telah dipelajari. Belajar menurut pandangan konsturktivis tidak ditekankan untuk memperoleh pengetahuan
yang banyak tanpa pemahaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo dalam Asikin
yang mengemukakan bahwa:
Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah membantu
siswa untuk membangun konsep/prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri
melalui proses internalisasi, sehingga konsep/prinsip tersebut terbangun
kembali, transformasi informasi yang telah diperoleh menjadi konsep prinsip
baru.[17]
Selanjutnya menurut Asikin, ciri pembelajaran
matematika secara konstruktivis adalah:
a. Siswa terlibat secara aktif dalam belajar.
b. Siswa belajar materi matematika secara
bermakna dalam bekerja dan berfikir.
c. Siswa belajar bagaimana belajar itu.
d. Informasi baru harus dikaitkan dengan
informasi lain sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar
pemahaman terhadap informasi (materi) kompleks terjadi.
e. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan
penemuan.
f. Berorientasi pada pemecahan masalah.[18]
Maka jelaslah bahwa dalam pembelajaran
matematika siswa harus membangun pengetahuan mereka sendiri dengan terlibat
secara aktif dalam belajar. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan
mediator serta mampu memberikan motivasi kepada siswa untuk terus aktif selama pembelajaran.
C.
Pembelajaran
Matematika dengan Learning Cycle 5 e
Model
siklus belajar pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study),
suatu program pengembangan pendidikan Sains di Amerika Serikat. Learning cycle adalah suatu model
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model ini digunakan untuk membantu siswa
dalam memahami konsep, yang merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase)
yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan
berperan aktif. Awal perkembangannya model pembelajaran ini hanya terdiri dari
3 fase yaitu eksplorasi, pengenalan
konsep dan aplikasi konsep. Model
learning cycle ini kemudian
dikembangkan dan dirinci lagi oleh Prof.Roger Bybee menjadi lima fase, yang
dikenal dengan sebutan “Five Es”.
Setiap fase dalam model ini memiliki fungsi khusus yang dimaksudkan untuk
menyumbangkan proses belajar diakitkan dengan asumsi tentang aktivitas mental
dan fisik siswa serta strategi yang digunakan guru.[19]
Adapun
tahap model pembelajaran Learning Cycle
5e yang saling berhubungan satu sama lain yaitu:
a.
Fase Engagement (Menarik Perhatian-Mengikat)
Fase
ini merupakan fase awal. Pada fase ini guru menciptakan situasi teka-teki
sehingga dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan
dipelajari. Guru dapat mengajukan pertanyaan dan jawaban siswa digunakan untuk
mengidentifikais miskonsepsi siswa.
b.
Fase Exploration (Eksplorasi)
Selama
fase eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya
tanpa arahan langsung dari guru. Guru hanya sebagai fasilitator. Menurut teori
Paiget, fase ini merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa harus dibuat
bingung. Pada afse ini, siswa mempunyai kesempatan untuk menguji hipotesis atau
prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompok dan menetapkan
keputusan.
c.
Fase Explanation (Menjelaskan)
Pada
fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan
definisi-definisi awal yang siswa dapatkan ketika fase eksplorasi dengan
kalimat mereka sendiri. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada, siswa
mendiskusikannya bersama guru sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi
yang lebih formal.
d.
Fase Elaboration (Perluasan)
Pada
fase ini siswa ahrus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang telah mereka
miliki terhadap situasi lain dengan menggunakan konsep formal.
e.
Fase Evaluation (Evaluasi)
Evalusi
dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Guru betugas untuk mengobservasi pengetahuan
dan kecakapam siswa dalam mengaplikasikan konsep dan perubahan berpikir siswa.[20]
Dalam
mempelajari matematika, siswa harus memahami dan aktif membangun pengetahuan
baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Matematika merupakan
ilmu yang abstrak yang dlaam pembelajarannya harus membuat siswa berpikir
secara real, tidak hanya mempelajari rumus ataupun teori yang sudah ada
sehingga siswa hanya berpikir secara pasif.
Learning cycle 5e cocok
dipakai dalam pembelajaran matematika karena dapat mewadahi siswa untuk
berpikir secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara
berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial dan melakukan modifikasi dan
struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan pengetahuan. Pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan baru ketika ia belajar. Organisasi yang baik dari intelektual
seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah.
Keuntungan penerapan model
pembelajaran ini adalah:
1. Meningkatkan
motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran
2. Membantu
mengembangkan sikap ilmiah siswa
3. Pembelajaran
menjadi lebih bermakna
Kekurangan
penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai
berikut:
1.
Efektifitas
pembelajaran rendah jika guru menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran
2.
Menuntut kesungguhan
dan kreativitas guru dalam mernacang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3.
Memerlukan pengelolaan
kelas yang lebih terencana dan teroganisasi
4.
Memerlukan waktu dan
tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran
D.
Berpikir
Kritis dalam Matematika
Sesuai
dengan perkembangan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
yang semakin canggih, menjadi orang pintar saja belum cukup. Dibutuhkan orang
yang mampu berpikir kritis agar mampu menghadapi persaingan ke depan. Berpikir
kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan
berpikir dengan jelas dan imajinatif, menilai bukti, bermain logika, dan
mencari alternatif imajinatif dari ide-ide konvensional, memberi anak-anak muda
sebuah rute yang jelas di tengah carut marut pemikiran pada zaman tekhnologi
saat ini.
Berpikir
kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang
rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan
sesuatu. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh
kesadaran dan mengarah kepada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah
untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya
memungkinkan seseorang untuk mengambil keputusan.[21] Berpikir kritis tidak
sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya ingat baik dan
memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis.
Jadi,
berpikir kritis adalah proses berpikir dengan menggunakan logika dan proses
pemecahan masalah yang terdiri dari kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke
arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih,
mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna
sehingga menghasilkan kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah yang
dihadapi.
Berpikir
kritis memiliki beberapa indikator. Ennis memiliki suatu konsep tentang
berpikir kritis. Menurut Ennis terdapat 12 indikator kemampuan berpikir kritis
yang dikelompokkan dalam lima besar aktivitas, yaitu:
1. Memberikan
penjelasan sederhana (elementary
clarification), yang meliputi memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen,
bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.
2. Membangun
keterampilan dasar (basic support),
yang meliputi mempertimbangkan suatu sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan
hasil observasi.
3. Menyimpulkan
(inference), yang meliputi membuat
deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, membuat induksi dan
mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.
4. Memberikan
penjelasan lanjut (advanced clarification),
yang meliputi mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi,
mengidentifikasi asumsi
5. Mengatur
strategi dan teknik (strategics and
tactics), yang meliputi memutuskan suatu tindakan, berinteraksi dengan
orang lain.[22]
Jadi,
indikator berpikir kritis yang digunakan dalam proposal ini adalah indikator
berpikir kritis menurut Ennis, yang telah dikelompokkan menjadi lima besar
aktivitas.
E.
Pemahaman
Konsep Matematis
Dalam
KTSP tahun 2006 untuk SMP, disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran
matematika SMP terdiri dri empat aspek yaitu bilangan, aljabar, geometri dan
pengukuran serta peluang dan statistika. Kecakupan dan kemahiran matematika
yang diharapkan dalam pembelajaran matematika yang mencakup keempat aspek
tersebut di atas adalah mencakup pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan
komunikasi, pemecahan masalah serta menghargai kegunaan matematika. Siswa harus
belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru
dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.berdasarkan tujuan pembelajaran
matematika yang telah dipaparkan sebelumnya dan pemikiran di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemahaman konsep dalam matematika merupakan salah satu hal penting
dan mendasar yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika, maka
siswa perlu diaktifkan untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman
matematika mereka.[23]
Konsep-konsep
dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat.suatu konsep disusun
berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, dan akan menjadi dasar bagi konsep-konsep
selanjutnya. Hal ini menyebabkan pemahaman terhadap suatu konsep menuntut
pemahaman konsep yang lebih tinggi.
Ciri-ciri
siswa yang sudah menguasai konsep adalah:
a. Mengetahui
ciri-ciri suatu konsep
b. Mengenal
beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut
c. Mengenal
sejumlah sifat-sifat esensinya
d. Dapat
menggunakan hubungan antar konsep
e. Dapat
mengenal hubungan antar konsep
f. Dapat
mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi
g. Dapat
menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah matematika
h. Khusus
dalam geometri, dapat mengenal wujud, dapat meragakan dan mengenal
persamaannya.[24]
Berdasarkan pemikiran-pemikiran
tersebut, penguasaan yang baik terhadap konsep akan mempermudah siswa dalam
menyelesaikan soal matematika, memaknai pengetahuan dalam matematika dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman
konsep matematika siswa dapat diketahui melalui peningkatan indikator pemahaman
konsep siswa. Tes dijadikan sebagai alat ukur penguasaan konsep matematika
siswa.
F.
Pembelajaran
Konvensional
Pembelajaran
konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan
strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan
komunikasi satu arah. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih
menitik beratkan pada keaktifan guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilaksanakan dengan
strategi ekspositori.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Eman Suherman:
“Pada strategi ekspositori dominasi guru
banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal
pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan
saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal
latihan dan bertanya kalau tidak
mengerti, guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau kelompok”.[25]
Untuk kelas kontrol,
kegiatan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dengan strategi
ekspositori, dimana guru menyampaikan materi dan menyelesaikan contoh soal, dan
siswa menerima apa yang disampaikan oleh guru, setelah itu siswa diberikan soal
latihan yang diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran, guru
bersama siswa menyimpulkan pelajaran.
Menurut Nasution,
pembelajaran konvensional memiliki ciri–ciri sebagai berikut:
a.
Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik kedalam kelakuan yang dapat
diukur
b.
Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara
keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu
c.
Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan
media lain menurut pertimbangan guru
d.
Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar
e.
Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru
f.
Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru mengajar
g.
Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ulangan atau ujian
h.
Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif
i.
Pengajar umumnya sebagai penyebab dan penyalur informasi utama, dan
j.
Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan
yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan, itulah nilai
rapor yang diisikan.[26]
Dari uraian di atas
terlihat bahwa pada pembelajaran konvensional siswa lebih banyak bersifat pasif
mendengarkan uraian dari guru yang diberikan dalam bentuk ceramah, hal ini
dapat menyebabkan belajar siswa menjadi belajar menghafal sehingga pengetahuan
yang diperoleh lebih cepat terlupakan.
Dalam pembelajaran ini guru tidak dapat memperhatikan siswa secara
individu karena materi pelajaran diberikan kepada kelas secara keseluruhan,
sehingga keaktifan siswa belum terlihat dan guru juga belum bisa membedakan
kemampuan belajar setiap indivu, baik perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat,
serta perbedaan gaya belajar.
Pembelajaran konvensional biasanya diawali dengan penjelasan tentang materi atau konsep
matematika oleh guru, dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, contoh soal
tersebut dibahas oleh guru dengan melibatkan siswa dalam menyelesaikan,
kemudian memberikan siswa soal-soal latihan, dan diakhiri dengan pemberian
tugas kepada siswa. Pembelajaran konvensional
yang dimaksudkan disini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas
yaitu melalui strategi ekspositori.
Adapun
langkah-langkah dalam pembelajaran strategi ekspositori adalah sebagai berikut:
1. Persiapan (preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima
pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:
a.
Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang
pasif.
b.
Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk
belajar.
c.
Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu
siswa.
d.
Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran
yang terbuka.
2. Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pembelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.
Penggunaan bahasa.
b.
Intonasi suara.
c.
Menjaga kontak mata dengan siswa.
3. Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat
menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
4. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang
telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting
dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat
mengambil inti sari dari proses penyajian.
Menyimpulkan bisa dilakukan dengan
tiga cara, yaitu:
a.
Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi
pokok persoalan.
b.
Memberi beberapa pertanyaan yang relevan
dengan materi yang telah disajikan.
c.
Dengan cara mapping melalui pemetaan keterkaiatan antarmateri pokok-pokok
materi.
5. Penerapan (Aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setalah mereka
menyimak penjelasan guru. Teknik yang bisa dilakukan pada penerapan ini
diantaranya adalah:
a.
Membuat tugas yang relevan dengan materi yang
telah disajikan.
b. Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.
[27]Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:
[27]Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:
1. Kelebihan
pembelajaran konvensional
a. Dapat mengontrol
urutan dan keluasan materi pelajaran, dengan demikian dapat mengetahui sampai
sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disajikan.
b. Strategi pembelajaran
ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus
dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar
terbatas.
c. Melalui strategi
pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang
suatu materi pelajaran, juga sekaligus bias melihat atau mengobservasi(melalui
pelaksanaan demontrasi).
d. Bisa digunakan untuk
jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
2. Kelemahan
pembelajaran konvensional
a. Strategi
pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
b. strategi ini tidak
mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
c. Karena strategi ini
lebih banyak melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa
dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan
berfikir kritis.
d. Keberhasilan
strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki
guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya dir,semangat, antusiasme,
motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur ( berkomunikasi),
dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses
pembelajaran tidak mungkin berhasil.
e. Oleh karena gaya
berkomunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran akan sangat
terbatas pula. Disamping itu komunikasi satu arah bias mengakibatkan
pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. [28]
G.
Aktifitas
Siswa
Kegiatan
pembelajaran tidak terlepas dari aktifitas, sebab belajar dan mengajar adalah
berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan. Itulah sebabnya aktifitas
merupakan prinsip dasar dalam interaksi pembelajaran.
Aktifitas siswa
dalam kelas dapat dilihat dari partisipasi siswa terhadap pembelajaran yang
sedang berlangsung. Dalam pembelajaran, aktifitas siswa terlahir karena adanya
motivasi dan dorongan. Oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing
siswa agar dapat beraktifitas secara maksimal.
Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berhubungan dengan pembelajaran
dikelas.
Aktifitas dapat
berupa interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan
lingkungannya. Berbagai macam aktifitas dapat dilakukan siswa di dalam kelas.
Paul B Diedrich dalam Sardiman membagi aktifitas belajar siswa sebagai berikut:
a.
Visual activities, seperti: membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b.
Oral activities, seperti:
menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. Listening activities, seperti mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e.
Drawing activities, seperti: membuat grafik,
peta, diagram.
f. Motor activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi,
berkebun, beternak.
g. Mental activities, misalnya; menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan, mengambil keputusan.
h. Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,
bergairah, berani, tenang, gugup.[29]
Dalam pembelajaran
di kelas, semua aktifitas ini saling mendukung satu sama lain. Jika siswa aktif
dalam belajar maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.
H.
Respon
Siswa
Respon adalah
istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan
reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh
panca indera. Respon biasanya
diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan
setelah dilakukan perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon
yang dipasangkan dengan rangsang dalam menjelaskan
proses terbentuknya perilaku.
Respon adalah interaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau
tindakan. Respon akan mempengaruhi persepsi orang lain terhadap individu
tersebut dan pada gilirannya akan mempengaruhi interaksi sosial antar individu.
Respon yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan komponen pembelajaran setelah
siswa mengikuti pembelajaran learning
cycle 5e yaitu: materi pelajaran, cara belajar, dan cara guru mengajar dan
minat siswa mengikuti pembelajaran.
I.
Hasil
Belajar Siswa
Hasil belajar dapat dilihat dari perubahan
tingkah laku siswa setelah terjadi proses belajar mengajar. Perubahan tersebut
dapat dalam bentuk perubahan terhadap ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan dan
sebagainya. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang memperoreh
prestasi yang baik sesuia dengan indikator yang ditetapkan oleh guru sebelum
proses belajar mengajar berlangsung.
Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotor. Domain kognitif
adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh), application
(menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respon), valuing (nilai),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif,
teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.[30]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar yang diharapkan adalah hasil belajar kognitif, psikomotor, dan
afektif. Karena keterbatasan kemampuan peneliti, hasil belajar yang diteliti
dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif.
J.
Kerangka
Konseptual
Berdasarkan
latar belakang dan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diharapkan guru
mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat meningkatkan berpikir kritis
serta pemahaman matematis siswa. Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui
penerapan model learning cycle dengan
menggunakan LKS dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Melalui learning cycle dengan beberapa fase,
akan terjadi tahap-tahap diskusi untuk memahami bersama-sama dalam
kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru sehingga dapat
menumbuhkan kerjasama antar anggota kelompok.
Melalui
penerapan model learning cycle dengan
menggunakan LKS ini diharapkan berpikir kritis serta pemahaman konsep matematis
siswa meningkat. Hal ini penting dilakukan, karena dengan berpikir kritis serta
pemahaman konsep, siswa akan dapat menyelesaikan berbagai macam persoalan dan
variasinya.
K.
Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah dan landasan teori di atas, hipotesis dalam penelitian ini
adalah “ Peningkatan kemampuan berpikir kritis serta pemahaman konsep matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model learning cycle 5e menggunakan media LKS lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model
konvensional”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk
dalam jenis penelitian eksperimen. Eksperimen adalah metode yang mengungkapkan hubungan
antara dua variabel atau lebih mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel
lain.[31]Penelitian
eksperimen bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat
dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau
lebih kondisi perlakuan atau membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih
kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.[32]
B.
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Randomized Control Group Only
Design. Dalam rancangan ini subjek diambil dari populasi tertentu
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperiment dan kelompok
kontrol. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka
waktu tertentu, lalu kedua kelompok ini dikenai pengukuran yang sama.[33]
Rancangan penelitian
dideskripsikan seperti tabel di bawah ini:
Tabel 5: Rancangan Penelitian
Kelompok
|
Treatment
|
Post test
|
Eksperimen
Kontrol
|
X
-
|
T
T
|
Keterangan:
T = Tes Akhir
X = Model Pembelajaran learning cycle
C. Populasi dan
Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan
pengamatan yang akan menjadi perhatian.[34]
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII
yang terdiri atas 2 lokal di SMPN I Sungai Lasi tahun Pelajaran 2012/
2013.
Tabel 6 : Jumlah Siswa Kelas VII SMPN I Sungai Lasi Kab. Solok Tahun Pelajaran 2012/ 2013
No
|
Kelas
|
Jumlah siswa
|
1
|
VII.1
|
33
|
2
|
VII.2
|
34
|
Jumlah
|
67
|
Sumber
: Tata Usaha SMPN I Sungai Lasi
2. Sampel
Sesuai dengan masalah yang diteliti dan rancangan
penelitian yang digunakan, maka peneliti membutuhkan satu kelas eksperimen dan
satu kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah berikut:
a.
Mengumpulkan nilai mid matematika siswa kelas VII SMPN I Sungai Lasi Kab.Solok, kemudian dihitung rata-rata dan
simpangan bakunya.
b.
Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai ujian
akhir matematika kelas VII
yang bertujuan untuk mengetahui apakah populasi tersebut berdistribusi normal
atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Populasi berdistribusi normal
H1 = Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
c.
Melakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan
uji Bartlet. Uji ini bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi
yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan yaitu:
H0 = Populasi mempunyai varians yang sama
H1 = Populasi mempunyai varians yang tidak sama
Untuk menentukan uji homogenitas ini dilakukan dengan beberapa langkah
sebagai berikut:
d.
Melakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan
analisis variansi. Uji ini menggunakan klasifikasi satu arah dengan langkah
sebagai berikut:
Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu:
Tabel 7 : Data hasil belajar siswa kelas
populasi
Populasi
|
||||
1
|
2
|
K
|
||
X11
X12
…
X1n
|
X21
X22
…
X2n
|
Xk1
Xk2
…
Xkn
|
||
Total
|
T1
|
T2
|
Tk
|
T…
|
Nilai
Tengah
|
1
|
2
|
k
|
…
|
e. Mengambil
dua kelas secara acak, kelas yang terambil pertama adalah kelas eksperimen dan
kelas yang kedua sebagai kelas kontrol.
D. Variabel dan Data
1. Variabel
Variabel
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian.[38]
Variabel
dalam penelitian ini adalah:
a.
Model pembelajaran berbalik (reciprocal teaching) dalam pembelajaran matematika sebagai variabel
bebas (X).
b.
Hasil belajar siswa setelah penerapan model
pembelajaran berbalik (reciprocal teaching)
sebagai variabel terikat (Y).
2. Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah :
a.
Data primer, yaitu data tentang hasil belajar siswa
yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.
b.
Data sekunder, yaitu data tentang jumlah siswa yang
menjadi populasi dan sampel serta data nilai mid siswa kelas VII
SMPN I Sungai Lasi Kab.Solok. Data sekunder ini diperoleh dari tata
usaha dan guru matematika SMPN
I Sungai Lasi Kab.Solok.
E. Prosedur
Penelitian
1. Tahap persiapan
a.
Menetapkan tempat dan
jadwal penelitian.
b.
Menetapkan sampel
penelitian dengan cara random sampling yaitu
setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih jadi sampel
c.
Mempelajari kurikulum
d.
Merancang dan membuat
RPP serta LKS
e.
Memvalidasi RPP dan
LKS oleh guru mata pelajaran dan dosen matematika.
f.
Membuat kisi-kisi dan
mempersiapkan soal tes akhir.
g.
Membuat kunci jawaban.
h.
Mempersiapkan
instrument penelitian berupa lembar observasi dan soal tes uraian
i.
Mempersiapkan observer.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian menggunakan dua
kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah-langkah
pembelajaran pada kedua kelas sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9 : langkah-langkah Pembelajaran pada Kelas Sampel
Kelas Eksperimen
|
Kelas Kontrol
|
1
|
2
|
Pendahuluan
a. Guru memeriksa kesiapan ruangan
b. Guru memeriksa kesiapan media
pembelajaran
c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Fase Enggagement
Guru memfokuskan perhatian siswa pada topik
pembelajaran dengan memberikan suatu permasalahan awal kepada siswa secara
individu melalui LKS yang telah disediakan.
Fase Exploration
Guru memberikan LKS kepada masing-masing
kelompok.
Guru membimbing siswa dalam mengerjakan LKS
Fase Explanation
a.
Guru
meminta siswa untuk menempelkan hasil kerja kelompoknya di depan kelas
b.
Guru
membimbing jalannya presentasi
c.
Guru
menunjuk 4 kelompok untuk presentasi.
Fase Elaboration
a.
Guru
memberikan suatu permasalahan akhir kepada siswa secara individu
b.
Guru
membimbing siswa dalam menyimpulkan pelajaran yang telah dipelajari
|
Pendahuluan
a. Guru
menyampaikan apersepsi
b. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas yang akan dilakukan siswa dalam
proses pembelajaran serta memotivasi siswa untuk belajar.
Kegiatan Inti
a. Guru
menjelaskan materi awal dan mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mengecek
pemahamannya terhadap materi yang baru saja dijelaskan.
b. Jika
siswa masih tidak memahami materi, guru menerangkan kembali.
c.
Siswa
mencatat penjelasan guru di buku catatannya
d. Guru
dan siswa membahas contoh soal.
e. Siswa
diminta mengerjakan latihan yang ada di buku pegangan siswa.
f. Latihan
yang telah dibuat lalu dikumpul.
Penutup
a. Siswa
diminta membuat kesimpulan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan
bimbingan guru.
b.
Siswa
diberi PR oleh guru
|
3.Tahap Penyelesaian
Guru memberikan tes akhir
kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol ssetelah
pokok bahasan selesai dipelajari.
F. Instrumen
Penelitian
1. Lembar Observasi
Lembar observasi yang akan digunakan
dalam penelitian ini berdasarkan ciri-ciri individu aktif dan nantinya akan
divalidasi oleh tiga orang validator. Lembar observasi ini digunakan untuk
memperoleh informasi tentang aktivitas siswa selama proses model pembelajaran learning
cycle 5e berlangsung.
Aktivitas yang diamati dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10 :
Aktivitas yang akan diamati
No
|
Indikator aktivitas
|
Aktivitas yang diamati
|
1
|
Pendahuluan
|
Kesiapan
proses belajar mengajar
|
Penyampaian
tujuan pembelajaran
|
||
2
|
Fase Exploration
|
Minat dan keingintahuan
siswa dibangkitkan dengan mengajak siswa membuat prediksi-prediksi pada fase
engagement
|
Mengeksplorasi pengetahuan
siswa dengan siswa bekerjasama dalam kelompok dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam LKS pada fase eksplorasi
|
||
Guru membimbing siswa
|
||
3
|
Fase Pengenalan Konsep (Concept Introduction)
|
Siswa menjelaskan konsep
dengan kalimatnya sendiri, memberi bukti dan klarifikasi tentang
penjelasannya pada fase eksplanation
|
4
|
Aplikasi Konsep (Concept Application)
|
Siswa menerapkan konsep
dan keterampilan dalam situasi baru (problem
solving) pada fase elaboration
|
2. Tes Hasil Belajar
Tes yang akan diujikan dalam
tes akhir dibuat dalam bentuk essay dan dibuat sendiri oleh peneliti.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat soal tes adalah sebagai berikut :
1.
Mempelajari kurikulum
2.
Membuat kisi-kisi soal
Kisi-kisi soal tes disusun dalam bentuk tabel yang memuat tentang
kompetensi dasar yang ingin dicapai, indikator, rincian materi yang akan
diujikan. Kisi-kisi soal disusun agar mempermudah dalam pembuatan soal.
3. Menyusun tes sesuai dengan kisi-kisi soal
yang telah dibuat.
Dalam menyusun item tes, ada beberapa hal yang akan dilakukan, yaitu:
a.
Mempelajari dan memahami materi yang akan diujikan.
b.
Mempelajari dan memahami teknik pembuatan soal essay
dan membahasakan gagasan soal yang telah dirancang sesuai dengan kisi-kisi
soal.
c.
Membuat kunci jawaban
4.
Melakukan validasi tes
Validasi tes yang akan digunakan adalah validitas isi yaitu validitas tes
yang mempersoalkan apakah isi butir tes yang diujikan itu mencerminkan isi
kurikulum yang seharusnya diukur atau tidak.[39]
Jadi, untuk memvalidasi soal tes tersebut, peneliti akan meminta bantuan kepada
guru mata pelajaran dan dosen.
5.
Uji coba tes.
6.
Analisis soal tes
Untuk mendapatkan soal tes yang baik, maka lakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Validitas
Tes
Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrument.
Instrument dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan melalui data
dan variabel yang diteliti secara sadar.[40]
Koefesien korelasi selalu terdapat antar -1,00 sampai
+1,00. Kriteria yang digunakan untuk validitas yaitu:
Antara 0,800
sampai dengan 1,00: sangat tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800: tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600: cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,400: rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200: sangat
rendah[41]
b. Reliabilitas soal tes
Reliabilitas tes merupakan ukuran ketepatan alat
penelitian dalam menunjukkan sesuatu yang hendak diukur.
Untuk menentukan reliabilitas soal digunakan rumus:
Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat
reliabilitas soal adalah:
1)
Jika 0,80 <
≤ 1,00 maka
reliabilitas soal sangat tinggi
2)
Jika 0,60 <
≤ 0,80 maka
reliabilitas soal tinggi
3)
Jika 0,40 <
≤ 0,60 maka
reliabilitas soal sedang
4)
Jika 0,20 <
≤ 0,40 maka
reliabilitas soal rendah
c. Menghitung indeks kesukaran soal
Indeks kesukaran soal digunakan untuk melihat apakah
soal tersebut rendah sedang, atau sulit.
Cara menentukan indeks kesukaran butir soal digunakan rumus:
d. Menghitung indeks pembeda
Indeks pembeda soal adalah kemampuan suatu butir item
soal untuk dapat membedakan testee
yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah.
Cara menentukan daya pembeda soal, digunakan rumus:
Adapun kriteria tingkat pembeda soal berdasarkan
indeks pembeda adalah:
0,4 – 1 =
Baik Sekali
0,3 – 0,39 =
Baik
0,2 – 0.29 =
Sedang
0 – 0,19 =
Jelek[44]
e. Klasifikasi soal
Setelah soal dianalisis, soal dapat diklasifikasikan
menjadi soal yang dapat dipakai, diperbaiki, atau diganti.
Klasifikasi soal sebagai berikut:
G. Teknik Analisa
Data
1.
Lembar
observasi
Data aktivitas yang diperoleh melalui
lembar observasi menurut Anas Sudijono dianalisis dengan menggunakan rumus
persentase, yaitu:
Kriteria penilaian aktivitas dalam proses
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Jika
persentase penilaian aktivitas adalah 1% - 25% maka aktivitas tergolong sedikit
tinggi.
b. Jika
persentase penilaian aktivitas adalah 26% - 50% maka aktivitas tergolong
sedikit.
c. Jika
persentase penilaian aktivitas adalah 51% - 75% maka aktivitas tergolong
banyak.
d. Jika
persentase penilaian aktivitas adalah 76% - 100% maka aktivitas tergolong
banyak sekali.[46]
Persentase
aktivitas belajar ini dipantau setiap kali pertemuan, sehingga dapat diketahui
bagaimana perkembangan aktivitas siswa dalam model pembelajaran learning cycle 5e.
2.
Tes
Hasil Belajar
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan
untuk melihat apakah data sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji yang
digunakan adalah uji liliefort. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Data berdistribusi normal
H1 = Data berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan
uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:
b.
Uji
Homogenitas Variansi
Uji homogenitas bertujuan untuk
melihat apakah kedua data sampel mempunyai variansi yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
Rumus yang digunakan untuk menguji
hipotesis ini menurut sudjana adalah:
c.
Uji
Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan
uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan
untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel.
Hipotesis yang diajukan adalah:
belajar
kelas kontrol.
Berdasarkan uji normalitas dan uji
homogenitas ada beberapa rumus untuk menguji hipotesis, yaitu:
a.
Apabila data berdistribusi normal dan mempunyai
variansi homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah dengan rumus:
Kriteria:
b.
Jika sampel berdistribusi normal dan kedua kelompok
sampel tidak mempunyai variansi homogen, maka uji statistik yang digunakan
adalah:
[1]Departemen Agama RI,
Alquran dan terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), h.7
[2]Permendiknas, 2006
[3]Eman Suherman, dkk,
Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA Universitas
Pendidikan Indonesia) 2003, h. 57
[10] Erman Suherman,...,h.9
[11] Agus Suprijono,…,h.13
[14] Erman Suherman,...,h.71
[15] Asikin, 2003, Pembelajaran
Matematika Berdasarkan Pendekatan Konstruktivisme dan CTL,( Yogyakarta: Kerjasama FMIPA UNY dan Direktorat PLP
Depniknas), h.8.
[19] Nurul Fatimah, 2012, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle
5e dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMA. Diakses tanggal 16 Januari 2013, 16.40 PM
[20] Nurul Fatimah, 2012, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle
5e dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMA. Diakses tanggal 16 Januari 2013, 16.40 PM
[24] Wirasto, Beberapa Faktor Penyebab kemerosotan Pendidikan
Matematika di Negara Kita,(Yokyakarta:Pusat Penelitian Pendidikan
Matematika FPMIPA IKIP Sanarta Dharma, 1997) makalah.
[25] Erman Suherman,...,h.171
[26] Nasution, Didaktik
Asas-asas Mengajar. (Jakarta:Bumi Aksara,Cet.Ke-4, 2010)…,hal.209
[27] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 185
[28] Wina
Sanjaya,…, h. 190
[29] Sardiman,
Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), h.101
[30] Agus Suprijono, 2009, Cooperative
Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Surabaya: Pustaka Pelajar), h.6.
[31] Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), h.19
[32] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta:
Grafindo, 2004), h.88
[33] Sumardi Suryabrata, Metodologi, … , h.104
[34] Ronal E. Walpole, Pengantar statistika, (Jakarta: Gramedia
Pustaka, 1993), h.6
[35] Sudjana, Metode …, h.116
[36] Ronal E. Walpole, Pengantar ..., h.391
[37]Ronal E. Walpole, Pengantar …, h.383
[39] M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Grafindo, 1996), h.111
[42] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal
Bidang Studi Matematika, (Jakarta: C.V Fortuna, 1985), h.4
[43] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi ..., h.14
[44] Pratiknyo, Evaluasi …, h.11
[45] Pratiknyo, Evaluasi …, h.16
[48] Sudjana, Metode …, h.249
[49] Sudjana, Metode …, h.239
[50] Sudjana, Metode …, h.241
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.1999
Asikin. Pembelajaran Matematika Berdasarkan
Pendekatan Kontruktivisme dan CTL. Yokyakarta: Kerjasama FMIPA dan
Direktorat PLP Depdiknas.2003
Departemen
Agama RI.Alquran dan Terjemahannya.Bandung:
CV Diponegoro.2008
Ennis,Robert.Critical Thinking. New Jersey,Prentice
Hall, University of Illions. 1995
Fatimah, Nurul.Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle
5e dalam Mata Pelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMA.2012. Diakses tanggal 16 Januari 2013, 16.40 PM
Paul, Suparno.Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yokyakarta:Kanisius.
1997
Permendiknas,
2006
Prawironegoro,
Pratiknyo. Evaluasi Hasil Belajar Khusus
Analisis Soal Bidang Studi Matematika. Jakarta:CV Fortuna. 1985
Ronal,
E. Walpole. Pengantar Statistika. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka. 1993
Sanjaya, Wina. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2008
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2011
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. 1999
Suherman, Erman.
Common Text Book Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: JICA University Pendidikan Indonesia. 2003
Suprijono,
Agus. Cooperative Learning. Yokyakarta:
Pustaka Pelajar. 2009
_____________. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM. Surabaya: Pustaka Pelajar. 2009
Suryabrata,
Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2004
S.
Nasution. Didaktik Asas-asas mengajar. Jakarta.
Bumi Aksara, Cet. Ke-4. 2010
Thoha,
Chabib. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Grafindo. 1996
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. 2005
Wawancara
dengan guru bidang studi Matematika, pada bulan Desember 2012
Wirasto. Beberapa Faktor Penyebab Kemerosotan
Pendidikan Matematika di Negara Kita. Yokyakarta: Pusat Penelitian
Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Sanarta Dharma.Makalah. 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar