ERNILASWINDA

Rabu, 30 Januari 2013

Pendekatan Open Ended dalam pembelajaran matematika


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghadapi banyak masalah. Permasalahan itu bukan saja merupakan masalah matematis, namun matematika memiliki peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian tersebut.
Ketika orang akan mengerjakan sesuatu, maka orang tersebut mestinya menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai sasaran tersebut seseorang harus memilih pendekatan yang tepat sehingga diperoleh hasil yang optimal, berhasil guna dan tepat guna. Meskipun telah dikatakan oleh Nisbet (1985) bahwa tidak ada cara belajar yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, orang-orang berbeda dalam kemampuan intelektual, sikap, dan kepribadian sehingga mereka mengadopsi pendekatan-pendekatan yang karakteristiknya berbeda untuk belajar. Dari sini dapat dikatakan bahwa masing-masing individu akan memilih cara dan gayanya sendiri untuk belajar dan mengajar, namun setidak-tidaknya ada karakteristik tertentu dalam pendekatan pembelajaran tertentu yang khas dibandingkan dengan pendekatan lain.
Tidak sedikit guru matematika yang merasa kesulitan dalam membelajarkan siswa bagaimana menyelesaikan problem matematika. Kesulitan itu terjadi karena adanya pandangan yang mengatakan bahwa jawaban akhir  dari permasalahan merupakan tujuan utama dalam pembelajaran, sehingga prosedur siswa dalam menyelesaikan permasalahan kurang bahkan tidak diperhatikan oleh guru karena terlalu berorientasi pada jawaban akhir. Padahal perlu kita sadari bahwa proses penyelesaian suatu problem yang dikemukakan siswa merupakan tujuan utama dalam pembelajaran problem solving matematika.
Dilain hal, salah satu pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan orang adalah pembelajaran menggunakan pendekatan Open-Ended dan Realistik. Disini kami sebagai pemakalah akan membahas Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Open-Ended dan Realistik.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pendekatan Open-Ended itu?
2.      Bagaimana orientasi Open-Ended dalam pembelajaran matematika?
3.      Bagaimana mengkonstruksi problem?
4.      Bagaimana mengembangkan rencana pembelajaran?
5.      Apa keunggulan dan kelemahan pendekatan Open-Ended?
6.      Apa pendekatan Realistik itu?
7.      Bagaimana inovasi pembelajaran matematika?
8.      Bagaimana pendekatan realistic diantara pendekatan lain dalam pembelajaran matematika?
9.      Bagaimana prinsip-prinsip pembelajaran realistic?
10.  Bagaimana pertimbangan menggunakan pendekatan realistic?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan pendekatan Open-Ended
2.      Menjelaskan bagaimana orientasi Open-Ended dalam pembelajaran matematika
3.      Mampu menjelaskan bagaimana mengkonstruksi problem
4.      Menjelaskan bagaimana mengembangkan rencana pembelajaran
5.      Menjelaskan keunggulan dan kelemahan pendekatan Open-Ended
6.      Menjelaskan pendekatan Realistik
7.      Menjelaskan inovasi pembelajaran matematika
8.      Menjelaskan pendekatan realistic diantara pendekatan lain dalam pembelajaran matematika
9.      Menjelaskan prinsip-prinsip pembelajaran realistic
10.  Menjelaskan pertimbangan menggunakan pendekatan realistic



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendekatan Open-Ended

Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa melalui problem solving secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
1. Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
2. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematika adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
3. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.

B.     Orientasi Pembelajaran Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika
Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah matematika tertutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).
Yang selama ini muncul di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti dan procedural. Sementara itu, masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.[1]

C.    Mengkonstruksi Problem
Menurut Suherman, dkk. (2003) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
a.       Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep- konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
b.      Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
c.       Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri).
d.      Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
e.       Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
f.       Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.

D.    Mengembangkan Rencana Pembelajaran
Setelah guru menyusun suatu masalah open-ended dengan baik, langkah selanjutnya adalah mengembangkan rencana pembelajaran. Pada tahap ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a.       Tuliskan respon siswa yang diharapkan. Siswa diharapkan merespon masalah yang diberikan dengan berbagai cara. Namun, mengingat kemampuan siswa dalam mengemukakan gagasan dan pikirannya masih terbatas, maka guru perlu menuliskan daftar antisipasi respon siswa terhadap masalah. Hal ini diperlukan sebagai upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara dan kemampuannya.
b.      Tujuan yang harus dicapai dari masalah yang diberikan harus jelas. Guru harus benar-benar memahami peran masalah yang akan diberikan kepada siswa dalam keseluruhan pembelajaran. Apakah masalah yang akan diberikan kepada siswa diperlakukan sebagai pengenalan konsep baru atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajar siswa. Berdasarkan berberapa hasil penelitian masalah open-ended efektif digunakan untuk pengenalan konsep baru atau dalam merangkum kegiatan belajar.
c.       Sajikan masalah dengan cara dan bentuk yang menarik. Mengingat pemecahan masalah open-ended memerlukan waktu untuk berpikir, maka konteks permasalahan yang disampaikan harus dikenal baik oleh siswa dan harus menarik perhatian serta membangkitkan semangat intelektual.
d.      Berikan informasi dalam masalah selengkap mungkin sehingga siswa dengan mudah dapat memahami maksud dari masalah yang disampaikan. Masalah yang disajikan harus memuat informasi yang lengkap sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dandapat menemukan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan memahami masalah dan memecahkannya apabila penjelasan masalah terlalu ringkas. Hal ini bisa terjadi karena guru bermaksud memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah.
e.       Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi masalah Guru harus memperhitungkan waktu yang dibutuhkan siswa untuk memahami masalah, mendiskusikan kemungkinan pemecahannya, dan merangkum apa yang telah dipelajari. Oleh karena itu guru dapat membagi waktu dalam dua periode. Periode pertama, siswa bekerja secara individual atau kelompok dalam memecahkan masalah dan membuat rangkuman dari hasil pemecahan masalah. Periode kedua, digunakan untuk diskusi kelas mengenai strategi dan pemecahan serta penyimpulan dari guru.

E.     Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended
1. Keunggulan Pendekatan Open-ended
Pendekatan Open-ended memiliki beberapa keunggulan antara lain (Suherman, dkk, 2003):
a.       Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
b.      Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif.
c.       Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
d.      Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
e.       Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
2. Kelemahan Pendekatan Open-ended
Di samping keunggulan, terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open- ended, diantaranya (Suherman, dkk, 2003):
  1. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
  2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
  3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

F.     Pengertian Pendekatan Realistik
Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Salah satu filosofi yang mendasari pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari.

G. Inovasi Pembelajaran Matematika
Remberg (1992) mengatakan bahwa dalam pendidikan khususnya dalam pendidikan matematika, individu atau kelompok dapat membuat suatu produk baru untuk memperbaiki suatu pembelajaran, produk ini mungkin berupa produk materi pembelajaran baru, teknik pembelajaran baru, ataupun program pembelajaran baru. Pengembangan produk baru ini melibatkan proses engineering dengan cara menemukan bagian-bagian tertentu dan meletakkannya kembali untuk membuat suatu bentuk baru.
Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa memahami matematika. Usaha-usaha ini dilakukan sehubungan dengan adanya perbedaan antara materi yang dicita-citakan oleh kurikulum tertulis  (intended curriculum) dengan materi yang diajarkan (implemented curriculum) serta perbedaan antara materi yang diajarkan dengan materi yang dipelajari siswa (realised curriculum).



H. Pendekatan Realistik di antara Pendekatan Lainnya dalam Pendidikan Matematika
Secara umum terdapat empat pendekatan pembelajaran matematika yang dikenal, Treffers (1991) membaginya dalam mechanistic, structuralistic, empiristic, dan realistik.
Menurut filosofi mechanistic bahwa manusia ibarat komputer, sehingga dapat diprogram dengan cara driil untuk mengerjakan hitungan aatu algoritma tertentu dan menampilkan aljabar pada level yang paling sederhana atau mungkin dalam penyelesaian geometri serta berbagai masalah. Dalam filosofi strukturalistic, yang secara historis berakar pada pengajaran geometri tradisional, bahwa matematika dan sistemnya terstruktur secara baik. Selanjutnya, menurut filosofi empiristic  bahwa dunia adalah kenyataan. Dalam pandangan kepada siswa disediakan berbagai empiristic yang sesuai dengan dunia kehidupan para siswa. Dalam filosofi realistik , kepada siswa diberikan tugas-tugas yang mendekati kenyataan yaitu yang dari dalam siswa akan memperluas dunia kehidupannya.
Dalam kerangka Realistic Mathematics Education, Freudhental (1991) menyatakan bahwa  ‘mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity ’. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.

I.          Prinsip-prinsip pembelajaran Realistik
Prinsip-prinsip pembelajaran realistik dalam kurikulum matematika realistik yaitu:
  1. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
  2. Perhatian diberikan kepada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.
  3. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.
  4. Interaktif sebagai  karakteristik dari proses pembelajaran matematika
  5. Interwinning (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Menurut Treffers dan Goffree (Alimuddin, 2004) bahwa masalah kontekstual dalam kurikulum realistik, berguna untuk mengisi sejumlah fungsi:
  1. Pembentukan konsep: Dalam fase pertama pembelajaran, para siswa diperkenankan untuk masuk ke dalam matematika secara ilmiah dan termotivasi.
  2. Pembentukan model: Masalah-masalah konstekstual memasuki fondasi siswa untuk belajar operasi, prosedur, notasi, aturan, dan mereka mengerjakan ini dalam kaitannya dengan model-model lain yang kegunaannya sebagai pendorong penting dalam berpikir.
  3. Penerapan : masalah konstektual menggunakan reality sebagai sumber dan domain untuk terapan.
  4. Praktek dan latihan dari kemampuan spesifik dalam situasi terapan.

Prinsip prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal. Proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi. Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (Suherman, 2001) yaitu matematisasi horizontal dan vertikal.

J.      Pertimbangan Menggunakan Pendekatan Realistik
Pembelajaran matematika menggunakan realistik sebagai satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan. Dalam hal ini pemakalah mencoba mengenalkan pendekatan pembelajaran realistik, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap matematika. Pada dasarnya pendekatan realistik membimbing siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika yang pernah ditemukan oleh para ahli matematika atau bila memungkinkan siswa dapat menemukan sama sekali hal yang belum pernah ditemukan. Ini dikenal sebagai guide reinvention (Freudenthal,1991).
Implementasi pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dilakukan oleh mahasiswa yang telah memahami bagaimana pembelajaran realistik disampaikan, dan bagaimana prinsip-prinsip pembelajaran realistik dilakukan, berkolaborasi dalam melakukan penelitian pengembangan.   
Dikaitkan dengan prinsip-prinsip pembelajaran dalam matematika realistik berikut ini merupakan rambu-rambu penerapannya:
  1. Bagaimana guru menyampaikan matematika konstektual sebagai starting pada pembelajaran.
  2. Bagaimana guru menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi agar prosedur algoritma, simbol, skema dan model yang dibuat oleh siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal.
  3. Bagaimana guru memberi atau mengarahkan kelas, kelompok maupun individu untuk menciptakan free production.
  4. Bagaimana guru membuat kelas bekerja secara interaktif.
  5. Bagaiman guru membuat jalinan antara toik dengan topik lain.

Sebuah laporan penelitian terhadap implementasi pembeljaran matematika berdasarkan realistik mengatakan bahwa:
  1. sekurang-kurangnya telah mengubah sikap siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika
  2. pada umumnya siswa menyenangi matematika dengan pendekatan pembelajaran yang diberikan dengan alasan yang berbeda dari biasanya, pertanyaan-pertanyaannya menantang.

Beberapa hasil rekomendasi hasil studi tersebut mengingatkan bahwa tidak ada cara belajar dan yang mengajar yang terbaik (Nisbet, 1948), maka pendekatan realistik perlu dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak. Dengan adanya pendekatan Open-Ended dalam matematika, kemampuan siswa untuk berpikir matematika dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari pembelajaran dengan open-ended yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif anatara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalaha melalui berbagai strategi.
Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.

B.     Kritik dan Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Kami tetap berharap makalah ini tetap memeberikan manfaat bagi pembaca. Namun, saran dan kritik yang sifatnya membangun dengan tangan terbuka kami terima demi kesempurnaan dimasa akan datang.



DAFTAR PUSTAKA

Suherman,dkk.2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jica. Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar