ERNILASWINDA

Rabu, 30 Januari 2013

PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN

PROPOSAL
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SERTA PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SMPN I SEI.LASI KAB. SOLOK

Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika



Oleh:
ERNI LASWINDA
NIM. 2410.004

Dosen Pembimbing
M. Imamuddin, M.Pd



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2013M / 1434 H

KATA PENGANTAR
                                                                 
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5e Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Serta Pemahaman Konsep Matematis Siswa Di Kelas VII SMPN I Sei.Lasi Kab. Solok”.
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1.       Ibunda tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
2.       Bapak M. Imamuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
3.       Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi Ibunda, Bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya pendidikan matematika.
Bukittinggi,    Januari 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B.     Identifikasi Masalah................................................................................................. 6
C.     Pembatasan Masalah................................................................................................. 7
D.    Perumusan Masalah.................................................................................................. 7
E.     Tujuan Penelitian...................................................................................................... 8
F.      Defenisi Operasional................................................................................................. 9
G.    Kegunaan Penelitian................................................................................................. 10
BAB II : LANDASAN TEORI
A.    Belajar dan Pembelajaran Matematika...................................................................... 12
B.     Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Kontruktivisme............................. 14
C.     Pembelajaran Matematika dengan Learning Cycle 5e.............................................. 16
D.    Berpikir Kritis dalam Matematika............................................................................ 20
E.     Pemahaman Konsep Matematis ............................................................................... 21
F.      Pembelajaran Konvensional...................................................................................... 23
G.    Aktivitas Siswa......................................................................................................... 27
H.    Respon Siswa............................................................................................................ 28
I.       Hasil Belajar Siswa................................................................................................... 28
J.       Kerangka Konseptual............................................................................................... 29
K.    Hipotesis Penelitian.................................................................................................. 30
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian.......................................................................................................... 31
B.     Rancangan Penelitian................................................................................................ 31
C.     Populasi dan Sampel................................................................................................. 32
D.    Variabel dan Data..................................................................................................... 35
E.     Prosedur Penelitian................................................................................................... 36
F.      Instrumen Penelitian................................................................................................. 39
G.    Teknik Analisa Data................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
       Agama Islam adalah agama yang damai, agama yang cinta akan ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tersebut belajar dan menuntut ilmu adalah akar dan sumbernya. Di dalam Alquran banyak terdapat dalil yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan diantaranya yaitu Q.S Albaqarah (2) ayat 44:
       Selain itu belajar dan menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim karena apapun yang ingin kita raih di dunia ini harus dengan ilmu apalagi untuk meraih akhirat. Sebagaimana sabda rasulullah:
siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia maka dengan ilmu, siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat juga dengan ilmu, dan siapa yang ingin mendapatkan keduanya maka dengan ilmu”.
       Kandungan ayat dan hadist tersebut adalah betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam hidup ini, apalagi dunia semakin hari semakin cantik yang dihiasi dengan perkembangan tekhnologi yang semakin canggih serta untuk menghadapi tantangan global beberapa tahun yang akan datang. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar yang dilalui seseorang tidak terbatas hanya untuk usia dan kalangan tertentu saja, melainkan siapapun boleh belajar kapanpun dan dimanapun berada. Ayat dan hadist tersebut pada intinya mendorong umat islam untuk berfikir, karena dengan berfikir manusia akan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Apalagi  untuk menyikapi setiap persoalan hidup setiap manusia harus berfikir. Matematika sebagai ilmu dasar, ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu, mengembangkan daya pikir manusia serta sebagai ilmu yang membentuk pola pikir peserta didik dan melatih kemampuan penalaran dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.[2]
       Menyadari betapa pentingnya matematika, setidaknya dapat kita lihat dalam kurikulum matematika di sekolah yang mendapat porsi jam lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Selain itu, sesuai dengan Garis-garis besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, tujuan khusus pengajaran matematika di tingkat SLTP adalah agar:
1.      Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika
2.      Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah
3.      Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari
4.      Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.[3]

       Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis serta pemahaman konsep terhadap matematika itu sendiri. Adanya pelajaran matematika di sekolah dimaksudkan sebagai sarana untuk melatih para siswa agar dapat memiliki kemampuan berpikir kritis kemudian setelah siswa mampu  berpikir kritis maka konsep matematika akan mudah mereka pahami. Sebenarnya cukup lama matematika sekolah umumnya cenderung mengutamakan matematika sebagai alat yang siap pakai dan mengabaikan matematika sebagai kegiatan manusia, sehingga sangat memungkinkan siswa untuk menghafal rumus, jadi tidak salah jika siswa beranggapan bahwa matematika itu penuh dengan rumus, rumit, menakutkan bahkan mengerikan. Hal itu terjadi karena siswa tidak memahami konsep matematika itu sendiri, untuk memahami konsep tersebut perlu pemikiran yang kritis. Oleh karena itu, siswa sebaiknya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dalam memahami konsep dalam matematika melalui pemikiran yang kritis serta pengetahuan sebelumnya yang telah mereka pelajari sehingga proses pemahaman siswa selalu berkembang secara terus menerus.
       Agar kemampuan berpikir kritis siswa berkembang dengan optimal dan mendapat respon yang baik dari siswa, maka diperlukan strategi atau model pembelajaran matematika yang tepat. Hal demikian sejalan dengan teori belajar kontruktivisme Piaget, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui pengetahuan sebelumnya.[4] Hal ini mengandung suatu makna bahwa belajar matematika itu memerlukan pemikiran yang kritis untuk memahami konsep-konsep secara runtut dan berkesinambungan, karena konsep matematika yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, mengakibatkan penyelesaian matematika mengharuskan siswa agar berpikir untuk memahami konsep sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis dan pemahaman konsep bagi siswa sangat berperan penting dalam pembelajaran matematika.
       Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi, SMPN I Sungai Lasi, pembelajaran matematika sudah dilaksanakan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Namun, beliau masih menemukan kendala dalam proses pembelajaran, dimana siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika. Siswa lebih suka bermain dan asyik dengan kegiatan mereka sendiri saat proses pembelajaran berlangsung serta mereka beranggapan belajar itu adalah beban. Selain itu, siswa juga kurang memahami materi pelajaran dan juga soal-soal yang diberikan apalagi soal-soal yang diberikan sudah berbeda dengan contoh soal. [5] hal tersebut mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika, rata-rata dari hasil ujian MID mereka di bawah KKM yaitu 68, hal ini dilihat dari hasil belajar ujian MID Semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Seperti disajikan pada tabel:
              Tabel 1: Nilai Mid Semester I Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMPN I Sungai Lasi Kab.Solok
KKM
Kelas
Jumlah siswa
Tuntas
Tidak tuntas
Persentase
Tuntas (%)
Tidak tuntas (%)
70
VII.1
33
6
27
18,18
81,81
VII.2
34
2
32
5,8
94,11
 Sumber: Guru mata pelajaran matematika kelas VII
       Menyikapi masalah yang timbul dalam pembelajaran matematika di atas maka alangkah baiknya siswa mengkontruksikan pemahamannya sendiri. Sesuai dengan teori belajar kontruktivisme yang menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya dan mencari makna dari sesuatu yang mereka pelajari. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator, membantu keaktifan siswa dalam membentuk pengetahuannya sehingga belajar merupakan proses aktif yang dilakukan siswa.
       Salah satu pembelajaran yang dapat dikembangkan guru agar siswa berpikir kritis untuk memahami konsep matematika sehingga meningkatkan aktifitas belajar siwa serta mendongkrak prestasi belajarnya adalah model pembelajaran learning cycle 5e yang sejalan dengan teori belajar Piaget. Learning Cycle  adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Fase-fase dalam model Learning Cycle adalah:
1.      Enggement (menarik perhatian-mengikat)
2.      Exploration (eksplorasi)
3.      Explanation (menjelaskan)
4.      Elaboration (perluasan)
5.      Evaluation (evaluasi)[6]

       Model pembelajaran ini sudah diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Terdapat keterkaitan antara learning cycle 5 e dengan kemampuan berpikir kritis. Indikator kemampuan kritis yang digunakan dalam proposal penulis ini adalah memberikan penjelasan sederhana (elemtary clrification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (inference), memberikan penjelasan lanjut (advanced clariifcation), dan mengatur strategi dan teknik (strategics and tactis). Dalam implementasinya, model siklus belajar ini juga dibantu dengan media LKS (Lembar Kerja Siswa).
       Berdasarkan pemikiran tersebut penulis tertarik untuk menerapkan suatu model pembelajaran Kooperatife dalam sebuah penelitian yang berjudul “ Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5e dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis serta Pemahaman Konsep Matematis Siswa di SMPN I Sungai Lasi Kab. Solok “.

B.  Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Siswa kurang termotivasi dalam belajar
2.      Aktiiftas belajar siswa dalam proses pembelajaran sedikit dan kurang berkembang
3.      Matematika pelajaran yang sulit dan siswa kurang berpikir kritis sehingga siswa sulit untuk memahami konsep matematika
4.      Metode yang diterapkan guru dalam pembelajaran belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
5.      Siswa merasa bosan dan kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran
6.      Kerjasama siswa terutama antara siswa yang kurang paham dengan siswa yang pandai masih kurang
7.      Hasil belajar siswa yang rendah

C.  Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan mengingat keterbatasan penulis dari segi kemampuan, waktu, dana serta proposal penulis ini lebih terarah, maka penulis membatasi penulisan proposal ini pada:
1.      Upaya peningkatan berpikir kritis siswa serta pemahaman konsep siswa
2.      Respon dan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran
3.      Hasil belajar matematika siswa

D.  Perumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.        Bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta pemahaman konsep siswa kelas VII SMPN I Sungai Lasi dalam pembelajaran matematika melalui  model pembelajaran learning cycle 5e?
2.        Bagaimana respon siswa setelah penerapan model pembelajaran learning cycle 5e dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas VII SMPN I Sungai Lasi?
3.        Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis serta pemahaman konsep siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran learning cycle 5e lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi model pembelajaran konvensional pada siswa SMPN I Sungai Lasi?

E.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian bertujuan untuk:
1.        Mengetahui cara bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta pemahaman konsep siswa kelas VII SMPN I Sungai Lasi dalam pembelajaran matematika melalui  model pembelajaran learning cycle 5 e.
2.        Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika setelah diterapkan model pembelajran learning cycle 5e.
3.        Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis serta pemahaman konsep siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran learning cycle 5e dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

F.   Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami proposal ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah di bawah ini:
1.        Model Pembelajaran Learning Cycle 5e
Model pembelajaran learning cycle 5e merupakan model pembelajaran yang berbasis inquiry dan metode pengajarannya berpusat pada siswa, yang terdiri dari lima fase yaitu enggement (menarik perhatian-mengikat), exploration (eksplorasi), explanation (menjelaskan), elaboration (perluasan), dan evaluation (evaluasi).
2.        Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu.[7]
Adapun indikatornya adalah memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (inference), memberikan penjelasan lanjut (advanced claification), dan mengatur strategi dan teknik (strategics and tactis).
3.        Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman konsep matematis merupakan salah satu hal penting dan mendasar yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika, maka siswa perlu diaktifkan untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman matematika mereka[8]
4.        Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang didominasi oleh aktivitas guru sehingga peran siswa masih kurang. Guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh soal, kemudian siswa diberi latihan untuk diselesaikan.
5.        Aktifitas siswa adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran.
6.        Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajarannya.
7.        Hasil belajar  siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

G.  Kegunaan Penelitian
Temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian tentang model pembelajaran Learning Cycle dengan LKS ini akan memberikan kontribusi sebagai berikut:
1.      Pembelajaran dengan strategi learning cycle dengan LKS diharapkan merupakan suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam belajar matematika sehingga siswa dapat berpikir kritis untuk memahami konsep matematika dengan baik
2.      Sebagai masukan bagi guru untuk menerapkan model learning cycle dengan menggunakan LKS sebagai salah satu alternative untuk meningkatkan berpikir kritis siswa sehingga siswa bisa memahami konsep matematis
3.      Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti, sebagai calon pendidik untuk terjun ke dunia pendidikan.



BAB II
LANDASAN TEORI

A.      Belajar dan Pembelajaran Matematika
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat terjadinya interaksi pelajar dengan lingkungannya. Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut:
a.       Gagne
Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.
b.      Cronbach
Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.[9]

Berdasarkan kutipan dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dicapai seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungan dalam bentuk pengalaman. Jadi, bagi siswa belajar sebaik-baiknya adalah siswa mengalami, sebab dengan mengalami itu individu dapat mengkontruksikan pengetahuannya.
Suherman mendefenisikan pembelajaran sebagai berikut: “Pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan”.[10]
Sedangkan Suprijono mengungkapkan bahwa:
“Pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif”.[11]

Dalam pembelajaran, siswa dipandang sebagai pusat pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu guru harus dapat mengusahakan sistem pembelajaran sedemikian rupa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat menguasai pembelajaran secara optimal dan mencapai hasil yang optimal pula.
Berdasarkan etimologis (Ela Tinggih, 1972:5), perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”[12]. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu matematika diperoleh dengan bernalar akan tetapi matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Sementara itu, James dan James (1976) dalam Suherman menyatakan bahwa: “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang aljabar, analisis dan geometri”.[13]
Pada pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, hendaknya siswa dapat terlibat aktif didalamnya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.  Menurut Cobb dalam Suherman, “belajar matematika bukanlah suatu proses (pengepakan) pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktifitas, dimana kegiatan ini diinterprestasikan secara luas termasuk aktifitas dan berfikir konseptual”.[14] Pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika dimana siswa diberikan peluang untuk berusaha dan memahami dalam mencari pengalaman tentang matematika secara mendalam dan terstruktur.
Jadi pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi konsep-konsep/ prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses pembelajaran. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Hal ini bertujuan agar siswa dalam pembelajaran lebih bermakna.

B.       Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Kontruktivisme
Menurut Asikin, prinsip – prinsip dalam pembelajaran konstuktivisme adalah sebagai berikut:
a.     Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial.
b.    Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dalam keaktifan siswa tersebut untuk menalar.
c.     Siswa aktif  mengkonstruksi secara terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap  serta sesuai dengan konsep ilmiah.
d.    Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.[15]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konstrktivisme, siswalah yang lebih aktif untuk mengkonstruksi pengetahuannya sedangkan guru mengarahkan, mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang menantang siswa untuk berfikir dan memfasilitasi siswa dalam menkonstruksi pengetahuannya sehingga diperoleh konsep matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman Suherman bahwa:
Di dalam pembelajaran konstruktivisme peranan guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan siswa untuk membentuk (mengkonstruksi) pengetahuan matematika sehingga diperoleh struktur matematika.[16]

Tujuan pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah membangun pemahaman. Pemahaman memberi makna tentang apa yang telah dipelajari. Belajar menurut pandangan konsturktivis  tidak ditekankan untuk memperoleh pengetahuan yang banyak tanpa pemahaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo dalam Asikin yang mengemukakan bahwa:
Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah membantu siswa untuk membangun konsep/prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep/prinsip tersebut terbangun kembali, transformasi informasi yang telah diperoleh menjadi konsep prinsip baru.[17]

Selanjutnya menurut Asikin, ciri pembelajaran matematika secara konstruktivis adalah:
a.    Siswa terlibat secara aktif dalam belajar.
b.    Siswa belajar materi matematika secara bermakna dalam bekerja dan berfikir.
c.    Siswa belajar bagaimana belajar itu.
d.   Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi (materi) kompleks terjadi.
e.    Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan.
f.     Berorientasi pada pemecahan masalah.[18]
Maka jelaslah bahwa dalam pembelajaran matematika siswa harus membangun pengetahuan mereka sendiri dengan terlibat secara aktif dalam belajar. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan mediator serta mampu memberikan motivasi kepada siswa untuk terus aktif selama pembelajaran.

C.  Pembelajaran Matematika dengan Learning Cycle 5 e
Model siklus belajar pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan pendidikan Sains di Amerika Serikat. Learning cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model ini digunakan untuk membantu siswa dalam memahami konsep, yang merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Awal perkembangannya model pembelajaran ini hanya terdiri dari 3 fase yaitu eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Model learning cycle ini kemudian dikembangkan dan dirinci lagi oleh Prof.Roger Bybee menjadi lima fase, yang dikenal dengan sebutan “Five Es”. Setiap fase dalam model ini memiliki fungsi khusus yang dimaksudkan untuk menyumbangkan proses belajar diakitkan dengan asumsi tentang aktivitas mental dan fisik siswa serta strategi yang digunakan guru.[19]
Adapun tahap model pembelajaran Learning Cycle 5e yang saling berhubungan satu sama lain yaitu:
a.         Fase Engagement (Menarik Perhatian-Mengikat)
Fase ini merupakan fase awal. Pada fase ini guru menciptakan situasi teka-teki sehingga dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Guru dapat mengajukan pertanyaan dan jawaban siswa digunakan untuk mengidentifikais miskonsepsi siswa.
b.         Fase Exploration (Eksplorasi)
Selama fase eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru. Guru hanya sebagai fasilitator. Menurut teori Paiget, fase ini merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa harus dibuat bingung. Pada afse ini, siswa mempunyai kesempatan untuk menguji hipotesis atau prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompok dan menetapkan keputusan.
c.         Fase Explanation (Menjelaskan)
Pada fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang siswa dapatkan ketika fase eksplorasi dengan kalimat mereka sendiri. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada, siswa mendiskusikannya bersama guru sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.
d.        Fase Elaboration (Perluasan)
Pada fase ini siswa ahrus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang telah mereka miliki terhadap situasi lain dengan menggunakan konsep formal.
e.         Fase Evaluation (Evaluasi)
Evalusi dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Guru betugas untuk mengobservasi pengetahuan dan kecakapam siswa dalam mengaplikasikan konsep dan perubahan berpikir siswa.[20]
                    Dalam mempelajari matematika, siswa harus memahami dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Matematika merupakan ilmu yang abstrak yang dlaam pembelajarannya harus membuat siswa berpikir secara real, tidak hanya mempelajari rumus ataupun teori yang sudah ada sehingga siswa hanya berpikir secara pasif.
                    Learning cycle 5e  cocok dipakai dalam pembelajaran matematika karena dapat mewadahi siswa untuk berpikir secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial dan melakukan modifikasi dan struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan pengetahuan. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah.
                    Keuntungan penerapan model pembelajaran ini adalah:
1.      Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran
2.      Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa
3.      Pembelajaran menjadi lebih bermakna
Kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut:
1.        Efektifitas pembelajaran rendah jika guru menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran
2.        Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam mernacang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3.        Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan teroganisasi
4.        Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran

D.  Berpikir Kritis dalam Matematika
Sesuai dengan perkembangan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin canggih, menjadi orang pintar saja belum cukup. Dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis agar mampu menghadapi persaingan ke depan. Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir dengan jelas dan imajinatif, menilai bukti, bermain logika, dan mencari alternatif imajinatif dari ide-ide konvensional, memberi anak-anak muda sebuah rute yang jelas di tengah carut marut pemikiran pada zaman tekhnologi saat ini.
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah kepada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungkinkan seseorang untuk mengambil keputusan.[21] Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya ingat baik dan memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis.
Jadi, berpikir kritis adalah proses berpikir dengan menggunakan logika dan proses pemecahan masalah yang terdiri dari kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna sehingga menghasilkan kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
Berpikir kritis memiliki beberapa indikator. Ennis memiliki suatu konsep tentang berpikir kritis. Menurut Ennis terdapat 12 indikator kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima besar aktivitas, yaitu:
1.    Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), yang meliputi memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.
2.    Membangun keterampilan dasar (basic support), yang meliputi mempertimbangkan suatu sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
3.    Menyimpulkan (inference), yang meliputi membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.
4.    Memberikan penjelasan lanjut (advanced clarification), yang meliputi mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, mengidentifikasi asumsi
5.    Mengatur strategi dan teknik (strategics and tactics), yang meliputi memutuskan suatu tindakan, berinteraksi dengan orang lain.[22]

Jadi, indikator berpikir kritis yang digunakan dalam proposal ini adalah indikator berpikir kritis menurut Ennis, yang telah dikelompokkan menjadi lima besar aktivitas.

E.  Pemahaman Konsep Matematis
Dalam KTSP tahun 2006 untuk SMP, disebutkan bahwa standar kompetensi mata pelajaran matematika SMP terdiri dri empat aspek yaitu bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran serta peluang dan statistika. Kecakupan dan kemahiran matematika yang diharapkan dalam pembelajaran matematika yang mencakup keempat aspek tersebut di atas adalah mencakup pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah serta menghargai kegunaan matematika. Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang telah dipaparkan sebelumnya dan pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep dalam matematika merupakan salah satu hal penting dan mendasar yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika, maka siswa perlu diaktifkan untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman matematika mereka.[23]
Konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat.suatu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, dan akan menjadi dasar bagi konsep-konsep selanjutnya. Hal ini menyebabkan pemahaman terhadap suatu konsep menuntut pemahaman konsep yang lebih tinggi.
Ciri-ciri siswa yang sudah menguasai konsep adalah:
a.    Mengetahui ciri-ciri suatu konsep
b.    Mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut
c.    Mengenal sejumlah sifat-sifat esensinya
d.   Dapat menggunakan hubungan antar konsep
e.    Dapat mengenal hubungan antar konsep
f.     Dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi
g.    Dapat menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah matematika
h.    Khusus dalam geometri, dapat mengenal wujud, dapat meragakan dan mengenal persamaannya.[24]

Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, penguasaan yang baik terhadap konsep akan mempermudah siswa dalam menyelesaikan soal matematika, memaknai pengetahuan dalam matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematika siswa dapat diketahui melalui peningkatan indikator pemahaman konsep siswa. Tes dijadikan sebagai alat ukur penguasaan konsep matematika siswa.

F.   Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih menitik beratkan pada keaktifan guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilaksanakan dengan strategi ekspositori.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Eman Suherman:                             
“Pada strategi ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya  kalau tidak mengerti, guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau kelompok”.[25]

Untuk kelas kontrol, kegiatan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dengan strategi ekspositori, dimana guru menyampaikan materi dan menyelesaikan contoh soal, dan siswa menerima apa yang disampaikan oleh guru, setelah itu siswa diberikan soal latihan yang diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.
Menurut Nasution, pembelajaran konvensional memiliki ciri–ciri sebagai berikut:
a.    Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik kedalam kelakuan yang dapat diukur
b.    Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa               memperhatikan siswa secara individu
c.    Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain             menurut pertimbangan guru
d.   Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar
e.    Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru
f.     Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru mengajar
g.    Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ulangan atau ujian
h.    Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif
i.      Pengajar umumnya sebagai penyebab dan penyalur informasi utama, dan
j.      Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan, itulah nilai rapor yang diisikan.[26]

Dari uraian di atas terlihat bahwa pada pembelajaran konvensional siswa lebih banyak bersifat pasif mendengarkan uraian dari guru yang diberikan dalam bentuk ceramah, hal ini dapat menyebabkan belajar siswa menjadi belajar menghafal sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih cepat terlupakan.  Dalam pembelajaran ini guru tidak dapat memperhatikan siswa secara individu karena materi pelajaran diberikan kepada kelas secara keseluruhan, sehingga keaktifan siswa belum terlihat dan guru juga belum bisa membedakan kemampuan belajar setiap indivu, baik perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
Pembelajaran konvensional biasanya diawali dengan penjelasan tentang materi atau konsep matematika oleh guru, dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, contoh soal tersebut dibahas oleh guru dengan melibatkan siswa dalam menyelesaikan, kemudian memberikan siswa soal-soal latihan, dan diakhiri dengan pemberian tugas kepada siswa. Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan disini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas yaitu melalui strategi ekspositori.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran strategi ekspositori adalah sebagai berikut:
1.      Persiapan (preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:
a.    Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
b.    Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.
c.    Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
d.   Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
2.      Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pembelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.    Penggunaan bahasa.
b.    Intonasi suara.
c.    Menjaga kontak mata dengan siswa.
3.      Menghubungkan (correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
4.      Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
 Menyimpulkan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a.    Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.
b.    Memberi beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
c.    Dengan cara mapping melalui pemetaan keterkaiatan antarmateri pokok-pokok materi.
5.      Penerapan (Aplication)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setalah mereka menyimak penjelasan guru. Teknik yang bisa dilakukan pada penerapan ini diantaranya adalah:
a.    Membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
b.    Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. 

[27]Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:

1.      Kelebihan pembelajaran konvensional
a.       Dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran, dengan demikian dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disajikan.
b.      Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
c.       Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan       tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus bias melihat atau mengobservasi(melalui pelaksanaan demontrasi).
d.      Bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
2.      Kelemahan pembelajaran konvensional
a.      Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki             kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
b.    strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan               kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
c.      Karena strategi ini lebih banyak melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
d.    Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki      guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya dir,semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur ( berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
e.      Oleh karena gaya berkomunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka      kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran akan sangat terbatas pula. Disamping itu komunikasi satu arah bias mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. [28]

G.  Aktifitas Siswa
Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari aktifitas, sebab belajar dan mengajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan. Itulah sebabnya aktifitas merupakan prinsip dasar dalam interaksi pembelajaran.
Aktifitas siswa dalam kelas dapat dilihat dari partisipasi siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam pembelajaran, aktifitas siswa terlahir karena adanya motivasi dan dorongan. Oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing siswa agar dapat beraktifitas secara maksimal.  Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berhubungan dengan pembelajaran dikelas.
Aktifitas dapat berupa interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya. Berbagai macam aktifitas dapat dilakukan siswa di dalam kelas. Paul B Diedrich dalam Sardiman membagi aktifitas belajar siswa sebagai berikut:
a.    Visual activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b.    Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.    Listening activities, seperti mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d.   Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e.    Drawing activities, seperti: membuat grafik, peta, diagram.
f.     Motor activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi,            berkebun, beternak.
g.    Mental activities, misalnya; menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,          melihat hubungan, mengambil keputusan.
h.    Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,           bergairah, berani, tenang, gugup.[29]

Dalam pembelajaran di kelas, semua aktifitas ini saling mendukung satu sama lain. Jika siswa aktif dalam belajar maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.

H.  Respon Siswa
Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan rangsang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku.
Respon adalah interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Respon akan mempengaruhi persepsi orang lain terhadap individu tersebut dan pada gilirannya akan mempengaruhi interaksi sosial antar individu.
Respon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan komponen pembelajaran setelah siswa mengikuti pembelajaran learning cycle 5e yaitu: materi pelajaran, cara belajar, dan cara guru mengajar dan minat siswa mengikuti pembelajaran.

I.     Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa setelah terjadi proses belajar mengajar. Perubahan tersebut dapat dalam bentuk perubahan terhadap ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan dan sebagainya. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang memperoreh prestasi yang baik sesuia dengan indikator yang ditetapkan oleh guru sebelum proses belajar mengajar berlangsung.
Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.[30]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang diharapkan adalah hasil belajar kognitif, psikomotor, dan afektif. Karena keterbatasan kemampuan peneliti, hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif.

J.    Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diharapkan guru mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat meningkatkan berpikir kritis serta pemahaman matematis siswa. Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui penerapan model learning cycle dengan menggunakan LKS dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Melalui learning cycle dengan beberapa fase, akan terjadi tahap-tahap diskusi untuk memahami bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru sehingga dapat menumbuhkan kerjasama antar anggota kelompok.
Melalui penerapan model learning cycle dengan menggunakan LKS ini diharapkan berpikir kritis serta pemahaman konsep matematis siswa meningkat. Hal ini penting dilakukan, karena dengan berpikir kritis serta pemahaman konsep, siswa akan dapat menyelesaikan berbagai macam persoalan dan variasinya.

K.  Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah “ Peningkatan kemampuan berpikir kritis serta pemahaman konsep matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model learning cycle 5e menggunakan media LKS lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional”.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.     Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Eksperimen adalah metode yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain.[31]Penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan atau membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.[32]

B.     Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Only Design. Dalam rancangan ini subjek diambil dari populasi tertentu dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperiment dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu, lalu kedua kelompok ini dikenai pengukuran yang sama.[33]

Rancangan penelitian dideskripsikan seperti tabel di bawah ini:
Tabel 5: Rancangan Penelitian

Kelompok
Treatment
Post test
Eksperimen
Kontrol
X
-
T
T
Keterangan:
T = Tes Akhir
 X = Model Pembelajaran learning cycle

C.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang akan menjadi perhatian.[34] Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII yang terdiri atas 2 lokal di SMPN I Sungai Lasi tahun Pelajaran 2012/ 2013.
Tabel 6 : Jumlah Siswa Kelas VII SMPN I Sungai Lasi Kab. Solok Tahun Pelajaran 2012/ 2013


No
Kelas
Jumlah siswa
1
VII.1
33
2
VII.2
34
Jumlah
67
    Sumber : Tata Usaha SMPN I Sungai Lasi
2.      Sampel
Sesuai dengan masalah yang diteliti dan rancangan penelitian yang digunakan, maka peneliti membutuhkan satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
a.       Mengumpulkan nilai mid matematika siswa kelas VII SMPN I Sungai Lasi Kab.Solok, kemudian dihitung rata-rata dan simpangan bakunya.
b.      Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai ujian akhir matematika kelas VII yang bertujuan untuk mengetahui apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Populasi berdistribusi normal
H1 = Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:


c.       Melakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Bartlet. Uji ini bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan yaitu:
H0 = Populasi mempunyai varians yang sama
H1 = Populasi mempunyai varians yang tidak sama
Untuk menentukan uji homogenitas ini dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:


d.      Melakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan analisis variansi. Uji ini menggunakan klasifikasi satu arah dengan langkah sebagai berikut:
Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu:



Tabel 7 : Data hasil belajar siswa kelas populasi


Populasi


1
2
K


X11
X12
X1n
X21
X22
X2n
Xk1
Xk2
Xkn

Total
T1
T2
Tk
T…
Nilai Tengah
1
2
k


e.       Mengambil dua kelas secara acak, kelas yang terambil pertama adalah kelas eksperimen dan kelas yang kedua sebagai kelas kontrol.

D.    Variabel dan Data
1.      Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.[38]
Variabel dalam penelitian ini adalah:
a.       Model pembelajaran berbalik (reciprocal teaching) dalam pembelajaran matematika sebagai variabel bebas (X).
b.      Hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran berbalik (reciprocal teaching) sebagai variabel terikat (Y).
2.      Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah :
a.       Data primer, yaitu data tentang hasil belajar siswa yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.
b.      Data sekunder, yaitu data tentang jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel serta data nilai mid siswa kelas VII SMPN I Sungai Lasi Kab.Solok. Data sekunder ini diperoleh dari tata usaha dan guru matematika SMPN I Sungai Lasi Kab.Solok.

E.     Prosedur Penelitian
1.    Tahap persiapan
a.       Menetapkan tempat dan jadwal penelitian.
b.      Menetapkan sampel penelitian dengan cara random sampling yaitu setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih jadi sampel
c.       Mempelajari kurikulum
d.      Merancang dan membuat RPP serta LKS
e.       Memvalidasi RPP dan LKS oleh guru mata pelajaran dan dosen matematika.
f.       Membuat kisi-kisi dan mempersiapkan soal tes akhir.
g.      Membuat kunci jawaban.
h.      Mempersiapkan instrument penelitian berupa lembar observasi dan soal tes uraian
i.        Mempersiapkan observer.

2.    Tahap Pelaksanaan
Penelitian menggunakan dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah-langkah pembelajaran pada kedua kelas sampel dapat dilihat pada tabel  berikut:
Tabel 9 : langkah-langkah Pembelajaran pada Kelas Sampel

Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
1
2
Pendahuluan
a.    Guru memeriksa kesiapan ruangan
b.    Guru memeriksa kesiapan media pembelajaran
c.    Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Fase Enggagement
Guru memfokuskan perhatian siswa pada topik pembelajaran dengan memberikan suatu permasalahan awal kepada siswa secara individu melalui LKS yang telah disediakan.
Fase Exploration
Guru memberikan LKS kepada masing-masing kelompok.
Guru membimbing siswa dalam mengerjakan LKS
Fase Explanation
a.       Guru meminta siswa untuk menempelkan hasil kerja kelompoknya di depan kelas
b.      Guru membimbing jalannya presentasi
c.       Guru menunjuk 4 kelompok untuk presentasi.
Fase Elaboration
a.       Guru memberikan suatu permasalahan akhir kepada siswa secara individu
b.      Guru membimbing siswa dalam menyimpulkan pelajaran yang telah dipelajari


Pendahuluan
a.       Guru menyampaikan apersepsi
b.      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas yang akan dilakukan siswa dalam proses pembelajaran serta memotivasi siswa untuk belajar.
Kegiatan Inti
a.       Guru menjelaskan materi awal dan mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mengecek pemahamannya terhadap materi yang baru saja dijelaskan.

b.      Jika siswa masih tidak memahami materi, guru menerangkan kembali.

c.       Siswa mencatat penjelasan guru di buku catatannya

d.      Guru dan siswa membahas contoh soal.
e.       Siswa diminta mengerjakan latihan yang ada di buku pegangan siswa.
f.       Latihan yang telah dibuat lalu dikumpul.

Penutup
a.       Siswa diminta membuat kesimpulan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan bimbingan guru.
b.      Siswa diberi PR oleh guru






































3.Tahap Penyelesaian
Guru memberikan tes akhir kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol ssetelah pokok bahasan selesai dipelajari.

F.     Instrumen Penelitian
1.      Lembar Observasi
Lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan ciri-ciri individu aktif dan nantinya akan divalidasi oleh tiga orang validator. Lembar observasi ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang aktivitas siswa selama proses model pembelajaran learning cycle 5e berlangsung.
Aktivitas yang diamati dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10 : Aktivitas yang akan diamati
No
Indikator aktivitas
Aktivitas yang diamati
1
Pendahuluan
Kesiapan proses belajar mengajar
Penyampaian tujuan pembelajaran
2
Fase Exploration
Minat dan keingintahuan siswa dibangkitkan dengan mengajak siswa membuat prediksi-prediksi pada fase engagement
Mengeksplorasi pengetahuan siswa dengan siswa bekerjasama dalam kelompok dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS pada fase eksplorasi
Guru membimbing siswa
3
Fase Pengenalan Konsep (Concept Introduction)
Siswa menjelaskan konsep dengan kalimatnya sendiri, memberi bukti dan klarifikasi tentang penjelasannya pada fase eksplanation
4
Aplikasi Konsep (Concept Application)
Siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru (problem solving) pada fase elaboration

2.      Tes Hasil Belajar
Tes yang akan diujikan dalam tes akhir dibuat dalam bentuk essay dan dibuat sendiri oleh peneliti. Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat soal tes adalah sebagai berikut :
1.      Mempelajari kurikulum
2.      Membuat kisi-kisi soal
Kisi-kisi soal tes disusun dalam bentuk tabel yang memuat tentang kompetensi dasar yang ingin dicapai, indikator, rincian materi yang akan diujikan. Kisi-kisi soal disusun agar mempermudah dalam pembuatan soal.
3.      Menyusun tes sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat.
Dalam menyusun item tes, ada beberapa hal yang akan dilakukan, yaitu:
a.       Mempelajari dan memahami materi yang akan diujikan.
b.      Mempelajari dan memahami teknik pembuatan soal essay dan membahasakan gagasan soal yang telah dirancang sesuai dengan kisi-kisi soal.
c.       Membuat kunci jawaban
4.      Melakukan validasi tes
Validasi tes yang akan digunakan adalah validitas isi yaitu validitas tes yang mempersoalkan apakah isi butir tes yang diujikan itu mencerminkan isi kurikulum yang seharusnya diukur atau tidak.[39] Jadi, untuk memvalidasi soal tes tersebut, peneliti akan meminta bantuan kepada guru mata pelajaran dan dosen.
5.      Uji coba tes.
6.      Analisis soal tes
Untuk mendapatkan soal tes yang baik, maka lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Validitas Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrument. Instrument dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan melalui data dan variabel yang diteliti secara sadar.[40]
Untuk menentukan validitas tes essay dapat digunakan korelasi product moment yaitu:


Koefesien korelasi selalu terdapat antar -1,00 sampai +1,00. Kriteria  yang digunakan untuk validitas yaitu:
Antara 0,800 sampai dengan 1,00: sangat tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800: tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600: cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,400: rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200: sangat rendah[41]

b.      Reliabilitas soal tes
Reliabilitas tes merupakan ukuran ketepatan alat penelitian dalam menunjukkan sesuatu yang hendak diukur.
Untuk menentukan reliabilitas soal digunakan rumus:

Kriteria yang digunakan untuk menentukan tingkat reliabilitas soal adalah:
1)      Jika 0,80 <  ≤ 1,00 maka reliabilitas soal sangat tinggi
2)      Jika 0,60 <  ≤ 0,80 maka reliabilitas soal tinggi
3)      Jika 0,40 <  ≤ 0,60 maka reliabilitas soal sedang
4)      Jika 0,20 <  ≤ 0,40 maka reliabilitas soal rendah
5)      Jika 0,00 <  ≤ 0,20 maka reliabilitas soal sangat rendah[42]

c.       Menghitung indeks kesukaran soal
Indeks kesukaran soal digunakan untuk melihat apakah soal tersebut rendah sedang, atau sulit.
Cara menentukan indeks kesukaran butir soal digunakan rumus:


d.      Menghitung indeks pembeda
Indeks pembeda soal adalah kemampuan suatu butir item soal untuk dapat membedakan testee yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah.
Cara menentukan daya pembeda soal, digunakan rumus:
Adapun kriteria tingkat pembeda soal berdasarkan indeks pembeda adalah:
0,4 – 1 = Baik Sekali
0,3 – 0,39 = Baik
0,2 – 0.29 = Sedang
0 – 0,19 = Jelek[44]

e.       Klasifikasi soal
Setelah soal dianalisis, soal dapat diklasifikasikan menjadi soal yang dapat dipakai, diperbaiki, atau diganti.
Klasifikasi soal sebagai berikut:


G.    Teknik Analisa Data
1.      Lembar observasi
Data aktivitas yang diperoleh melalui lembar observasi menurut Anas Sudijono dianalisis dengan menggunakan rumus persentase, yaitu:

Kriteria penilaian aktivitas dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Jika persentase penilaian aktivitas adalah 1% - 25% maka aktivitas tergolong sedikit tinggi.
b.      Jika persentase penilaian aktivitas adalah 26% - 50% maka aktivitas tergolong sedikit.
c.       Jika persentase penilaian aktivitas adalah 51% - 75% maka aktivitas tergolong banyak.
d.      Jika persentase penilaian aktivitas adalah 76% - 100% maka aktivitas tergolong banyak sekali.[46]


Persentase aktivitas belajar ini dipantau setiap kali pertemuan, sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan aktivitas siswa dalam model pembelajaran learning cycle 5e.

2.      Tes Hasil Belajar
a.      Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji liliefort. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Data berdistribusi normal
H1 = Data berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:


b.      Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua data sampel mempunyai variansi yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:

Rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis ini menurut sudjana adalah:

c.       Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel.
Hipotesis yang diajukan adalah:

belajar kelas kontrol.
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas ada beberapa rumus untuk menguji hipotesis, yaitu:
a.       Apabila data berdistribusi normal dan mempunyai variansi homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah dengan rumus:

Kriteria:
b.      Jika sampel berdistribusi normal dan kedua kelompok sampel tidak mempunyai variansi homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah:
Kriteria pengujinya adalah:











CATATAN KAKI


[1]Departemen Agama RI, Alquran dan terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), h.7
[2]Permendiknas, 2006
[3]Eman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia) 2003, h. 57
[4] Paul Suparno, Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan.(Yokyakarta:Kanisius), 1997, h. 33
[5] Wawancara dilakukan pada bulan Desember 2012
[6] Robert Ennis, Critical Thinking, (New Jersey,Prentice Hall, University of Illionis). 1995
[7] Robert Ennis, Critical Thinking. (New Jersey,Prentice Hall, Universitty Illions. 1995)
[8] The Cockcroft Report, 1982:chapter 17)
[9] Agus Suprijono, Cooperative Learning. (Yokyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), h.2
[10] Erman Suherman,...,h.9
[11] Agus Suprijono,…,h.13
[12] Erman Suherman,...,h.18
[13] Erman Suherman,...,h.18
[14] Erman Suherman,...,h.71
[15] Asikin, 2003, Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Konstruktivisme dan CTL,( Yogyakarta: Kerjasama FMIPA UNY dan Direktorat PLP Depniknas), h.8.
[16] Erman Suherman ..., h.79
[17] Asikin, 2003, Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Konstruktivisme dan CTL,…, h.9.
[18] Asikin, 2003, Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Konstruktivisme dan CTL,…, h.9.
[19] Nurul Fatimah, 2012, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Diakses tanggal 16 Januari 2013, 16.40 PM
[20] Nurul Fatimah, 2012, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Diakses tanggal 16 Januari 2013, 16.40 PM
[21] Robert Ennis, Critical Thinking. (New Jersey,Prentice Hall, Universitty Illions. 1995)
[22] Robert Ennis, Critical Thinking. (New Jersey,Prentice Hall, Universitty Illions. 1995)
[23] The Cockcroft Report, 1982: chapter 17)
[24] Wirasto, Beberapa Faktor Penyebab kemerosotan Pendidikan Matematika di Negara Kita,(Yokyakarta:Pusat Penelitian Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Sanarta Dharma, 1997) makalah.
[25] Erman Suherman,...,h.171
[26] Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar. (Jakarta:Bumi Aksara,Cet.Ke-4, 2010),hal.209
[27]  Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 185
[28]  Wina Sanjaya,…, h. 190
[29] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.101
[30] Agus Suprijono, 2009, Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM, (Surabaya: Pustaka Pelajar), h.6.
[31] Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), h.19
[32] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grafindo, 2004), h.88
[33] Sumardi Suryabrata, Metodologi, … , h.104
[34] Ronal E. Walpole, Pengantar statistika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), h.6
[35] Sudjana, Metode …,  h.116
[36] Ronal E. Walpole, Pengantar ..., h.391
[37]Ronal E. Walpole, Pengantar …, h.383
        [38]Sumadi Suryabarata, Metodologi …,h.25 
[39] M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Grafindo, 1996), h.111
        [40] Suharsimi Arikunto, Dasar –Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),h.79
[41] M. Chabib Thoha, Teknik…, h.115
[42] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika, (Jakarta: C.V Fortuna, 1985), h.4
[43] Pratiknyo Prawironegoro, Evaluasi ..., h.14
[44] Pratiknyo, Evaluasi …, h.11
[45] Pratiknyo, Evaluasi …, h.16
       [46] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan ,(Jakarta:  PT.Raja Grafindo Persada, 2005), h.43
[47] Sudjana, Metode …, h.116
[48] Sudjana, Metode …, h.249
[49] Sudjana, Metode …, h.239
[50] Sudjana, Metode …, h.241

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.1999
Asikin. Pembelajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Kontruktivisme dan CTL. Yokyakarta: Kerjasama FMIPA dan Direktorat PLP Depdiknas.2003

Departemen Agama RI.Alquran dan Terjemahannya.Bandung: CV Diponegoro.2008
Ennis,Robert.Critical Thinking. New Jersey,Prentice Hall, University of Illions. 1995
Fatimah, Nurul.Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e dalam Mata Pelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA.2012. Diakses tanggal 16 Januari 2013, 16.40 PM

Paul, Suparno.Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yokyakarta:Kanisius. 1997

Permendiknas, 2006
Prawironegoro, Pratiknyo. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Studi Matematika. Jakarta:CV Fortuna. 1985

Ronal, E. Walpole. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1993
Sanjaya, Wina. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. 2008

Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2011

Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1999

Suherman, Erman. Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA University Pendidikan Indonesia. 2003

Suprijono, Agus. Cooperative Learning. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. 2009
_____________. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka Pelajar. 2009

Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004
S. Nasution. Didaktik Asas-asas mengajar. Jakarta. Bumi Aksara, Cet. Ke-4. 2010
Thoha, Chabib. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo. 1996
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005

Wawancara dengan guru bidang studi Matematika, pada bulan Desember 2012
Wirasto. Beberapa Faktor Penyebab Kemerosotan Pendidikan Matematika di Negara Kita. Yokyakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Sanarta Dharma.Makalah. 1997